Generasi Sandwich, kelompok individu yang menanggung beban finansial orang tua dan anak, kini dihadapkan pada dilema. Di satu sisi, mereka ingin memenuhi kebutuhan orang tua dan anak agar hidup layak. Di sisi lain, mereka juga memiliki kebutuhan dan keinginan pribadi yang perlu dipenuhi.
Kondisi ini, bagi sebagian besar Generasi Sandwich, memicu perilaku konsumtif yang sulit dikendalikan. Di era modern, gaya hidup konsumtif menjadi tren yang marak. Media sosial dan iklan gencar mempromosikan produk dan layanan terbaru, mendorong masyarakat untuk terus membeli demi mengikuti tren dan mendapatkan pengakuan sosial.
Bagi Generasi Sandwich, tekanan ini kian berat. Mereka dihadapkan pada ekspektasi untuk menyediakan kehidupan yang nyaman bagi orang tua dan anak, termasuk memenuhi kebutuhan materialistik seperti gadget, pakaian branded, dan pendidikan berkualitas.
Perkembangan teknologi finansial menawarkan kemudahan akses kredit, seperti pinjaman online dan kartu kredit. Hal ini, di satu sisi, membuka peluang bagi Generasi Sandwich untuk memenuhi kebutuhan finansial.
Namun, di sisi lain, kemudahan ini berpotensi menjerumuskan mereka ke dalam jebakan hutang. Tanpa pengelolaan keuangan yang cermat, Generasi Sandwich bisa terjebak dalam siklus hutang yang sulit dilepaskan.
Data-data di atas menunjukkan bahwa Generasi Sandwich di Indonesia rentan terhadap perilaku konsumtif. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti beban finansial yang tinggi, rendahnya literasi keuangan, dan kemudahan akses kredit.
Penting bagi Generasi Sandwich untuk meningkatkan literasi keuangan, menyusun perencanaan keuangan yang matang, dan menerapkan gaya hidup hemat untuk menghindari jebakan konsumtif dan mencapai kemandirian finansial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H