Evaluasi dalam pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) di berbagai jenjang pendidikan terus menjadi topik perhatian. Banyak pihak mengkritik bahwa pendekatan evaluasi yang diterapkan lebih menitikberatkan pada aspek kognitif, sehingga mengabaikan dimensi afektif dan psikomotorik yang seharusnya berperan penting dalam membentuk karakter bangsa.
PPKN, mata pelajaran wajib dalam pendidikan Indonesia, bertujuan untuk membina warga negara yang patriotik yang dilengkapi dengan pemahaman yang mendalam tentang Pancasila, filosofi dasar negara, dan prinsip-prinsip kewarganegaraan yang baik. Secara tradisional, metode penilaian yang digunakan adalah esai, kuis pilihan ganda, dan presentasi untuk mengukur pembelajaran siswa. Namun, pengamatan baru-baru ini menunjukkan adanya ketergantungan yang lebih besar pada ujian yang sebagian besar menguji kemampuan siswa untuk mengingat kembali pasal-pasal tertentu, undang-undang, dan tanggal-tanggal bersejarah yang terkait dengan kewarganegaraan Indonesia.
Pendekatan evaluasi yang bersifat kognitif terlihat dari dominasi soal pilihan ganda dan esai yang menuntut siswa untuk menjawab berdasarkan hafalan materi. Menurut hasil penelitian dari Pusat Studi Pendidikan dan Kebudayaan, sebanyak 78% evaluasi PPKn di tingkat SMA berfokus pada pengetahuan, sementara hanya 12% yang menyentuh aspek afektif, seperti penilaian sikap, dan 10% pada psikomotorik, seperti partisipasi aktif dalam kegiatan sekolah atau masyarakat.
Kondisi ini dikhawatirkan akan berdampak pada lemahnya pembentukan karakter generasi muda. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah berupaya mendorong perubahan melalui penerapan Kurikulum Merdeka. Kurikulum ini mengamanatkan evaluasi yang lebih menyeluruh, termasuk asesmen berbasis proyek. Namun, implementasinya di lapangan masih menghadapi tantangan, terutama dalam pelatihan guru dan ketersediaan alat evaluasi yang memadai.
Beberapa sekolah telah mulai berinovasi dengan menerapkan evaluasi berbasis proyek, seperti mengharuskan siswa terlibat dalam kegiatan sosial. Namun, keberhasilan pendekatan ini membutuhkan waktu dan sinergi berbagai pihak. Dengan evaluasi yang lebih seimbang antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik, diharapkan pendidikan PPKn mampu melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki karakter yang kokoh sesuai nilai-nilai Pancasila.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H