Saat ini, Indonesia mulai memasuki periode bonus demografi. Periode ini ditandai dengan sebagian besar populasi masyarakat Indonesia didominasi oleh masyarakat usia produktif, yaitu antara usia 15 - 64 tahun. Menurut data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah masyarakat usia produktif mencapai 191,08 juta jiwa (70,72%). Jumlah tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah masyarakat usia non-produktif yaitu sebanyak 63,03 juta jiwa (usia 0 – 14 tahun) dan 16,07 juta jiwa (usia 65 tahun ke atas). Tingginya populasi masyarakat di usia produktif menyebabkan persaingan antar individu juga meningkat. Terlebih anak muda saat ini memiliki jiwa kompetitif dan ambisius yang sangat tinggi. Sifat kompetitif yang tinggi menyebabkan semua orang mulai berlomba-lomba untuk mencapai kesuksesan di usia sedini mungkin dengan cara bekerja keras secara terus menerus hingga berujung pada tren gaya hidup yang sering dikenal dengan istilah hustle culture.
Istilah hustle culture berasal dari bahasa Inggris, hustle yang berarti cepat, terburu-buru dan culture yang berarti budaya. Jika digabungkan, hustle culture merupakan kebudayaan bekerja dengan cepat. Sederhananya, hustle culture adalah budaya bekerja secara terus menerus dengan mengesampingkan waktu istirahat guna mencapai target atau impian yang diinginkan. Seseorang dengan gaya hidup ini memiliki pemikiran bahwa semakin produktif maka semakin tinggi juga kesempatan untuk meraih kesuksesan.
Gaya hidup hustle culture sangat populer di kalangan anak muda saat ini. Anak muda cenderung untuk bekerja keras secara berlebih tanpa mengukur kemampuan yang mereka miliki. Hal ini mereka lakukan karena motivasi internal (diri sendiri) dan eksternal. Motivasi eksternal merupakan motivasi yang datang dari luar diri, misalnya ketika ada seseorang yang di usia muda mampu mencukupi kebutuhan menggunakan uang tabungannya sendiri. Dari permisalan tersebut, akan timbul suatu keinginan mengikuti jejak untuk sukses di usia muda. Sifat kompetitif inilah yang mendorong seseorang untuk menjadi penganut kebiasaan ‘gila kerja’. Bekerja keras dan keinginan yang tinggi untuk sukses memang merupakan hal baik, tetapi berbeda ketika bekerja keras tanpa diimbangi dengan istirahat yang cukup. Hal itu, tentu saja akan menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan fisik maupun mental.
Kebiasaan hustle culture dapat menyebabkan kelelahan secara fisik karena waktu melakukan kegiatan produktif jauh lebih lama dibandingkan waktu istirahat. Bahayanya, ketika kebiasaan 'gila kerja' ini telah menyerang kesehatan mental. Menurut Psikolog Klinis Dewasa Tara Adhisti de Thouars, kesehatan mental anak muda menurun karena terlalu sering berpikir secara berlebihan atau biasa kita kenal dengan sebutan overthinking. Overthinking bisa terjadi ketika seseorang terlalu membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Hal itu akan mendorong seseorang untuk terus melakukan lebih banyak hal produktif, sehingga bisa meraih apa yang diinginkan sesegera mungkin dan mendapat pengakuan dari banyak orang.
Seorang dengan gaya hidup hustle culture juga rentan mengalami stress, kecemasan berlebih (anxiety), dan burn out. Burn out merupakan istilah yang digunakan ketika seseorang mengalami kelelahan secara fisik, mental, dan emosional akibat tuntutan pekerjaan. Apabila permasalahan kesehatan mental tersebut tidak segera ditangani, maka tidak akan menutup kemungkinan burn out menjadi hal yang lebih serius lagi, yaitu peningkatan depresi hingga kemungkinan percobaan bunuh diri akibat stress berlebihan (Nugroho, 2021). Selain itu, hustle culture juga dapat meningkatkan resiko serangan jantung dan penyakit jantung koroner.
Dengan demikian, bekerja keras untuk mencapai standar kesuksesan masing-masing memang penting. Namun, kita juga harus memperhatikan kemampuan yang kita miliki. Ingat bahwa setiap orang mempunyai start dan finish yang berbeda-beda dalam perjalanan menuju kesuksesan. Jadi, berhenti untuk membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Tanamkan pola pikir bahwa istirahat tidak akan menunda kesuksesanmu, akan tetapi istirahat yang cukup akan meningkatkan kualitas kerja dan produktivitas di hari yang akan datang. Maka dari itu, luangkan waktu untuk beristirahat sejenak setelah menempuh pekerjaan yang berat sebagai bukti cinta kita terhadap diri sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H