Mohon tunggu...
Meira Pradya
Meira Pradya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiwa Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret

Sedang berusaha untuk keluar dari zona nyamannya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Dampak Penggunaan Gawai dalam Perkembangan Intelektualitas Anak di Bawah Umur 10 Tahun

26 November 2024   22:57 Diperbarui: 26 November 2024   23:22 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Di era digital saat ini, penggunaan gawai sudah tidak asing bagi kehidupan kita sehari-hari. Tidak hanya orang dewasa, di kalangan anak-anak pun penggunaan gawai sudah menjadi hal yang umum. Ponsel, tablet, komputer, dan komputer jinjing sering digunakan orang tua untuk menghibur atau membantu anak mereka belajar. Meski dapat menjadi media pembelajaran yang efektif, penggunaan gawai yang berlebihan dan tanpa pengawasan orang tua bisa berdampak negatif dalam perkembangan intelektual anak. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk mengawasi dan memahami dampak negatif yang akan terjadi sehingga bisa menemukan solusi yang tepat agar anak-anak tidak kecanduan bermain gawai.

Menurut Rahayu dkk. (2021), dampak negatif yang pertama adalah keterlambatan bicara atau speech delay. Keterlambatan bicara ini disebabkan karena anak-anak yang cenderung lebih sedikit berinteraksi dengan orang tua maupun teman. Mereka lebih banyak mendengarkan dan menyimak suara dari video atau permainan di gawai daripada menggunakan suara mereka sendiri untuk berlatih berbicara atau berkomunikasi secara dua arah. Akibatnya, anak menjadi kurang terlatih untuk merespons dan menjadi lebih pasif daripada aktif berbicara ketika berkomunikasi secara langsung dengan orang lain.

Menurut Pebriana (2017), dampak negatif yang kedua adalah interaksi sosial anak yang terhambat. Anak-anak cenderung lebih suka menghabiskan waktu mereka untuk bermain gawai daripada bermain langsung dengan teman-teman. Akibatnya, anak-anak akan merasa kurang nyaman ketika berada di lingkungan yang nyata. Mereka mungkin akan kesulitan untuk mengekspresikan diri dan berbicara kepada orang lain, sehingga mereka menjadi pribadi yang pemalu, kurang percaya diri, bahkan menarik diri dari pergaulan, padahal interaksi sosial sangat penting untuk mereka agar bisa berempati dan memahami karakter atau emosi orang lain.

Dampak negatif yang ketiga adalah kurangnya kemampuan mengendalikan emosi. Anak-anak yang kecanduan bermain gawai kurang bisa atau kurang terlatih untuk mengendalikan emosi. Mereka akan frustrasi ketika bermain gim ataupun menonton video yang tidak sesuai dengan keinginan mereka. Rahayu dkk. (2021) mengatakan karena disebabkan melihat konten-konten yang kurang baik, sehingga mereka bisa berperilaku kurang sopan hingga berkata kasar kepada orang yang lebih tua.

Dampak negatif yang keempat adalah menurunnya fungsi penglihatan, mata menjadi kering, kepala sakit dan air mata selalu keluar akibat paparan sinar dari layar monitor (LED/LCD) dan penyinaran lainnya (Ilyas 2002). Pengguna gawai umumnya selalu terfokus hanya menatap pada satu objek saja dan biasanya dilakukan dalam jangka waktu yang lama. Posisi tubuh yang kurang baik saat menggunakan gawai, intensitas pencahayaan yang kurang baik maka akan berdampak buruk terhadap kesehatan mata salah satunya yaitu penurunan ketajaman penglihatan (Ernawati 2015).

Lalu, bagaimana solusi untuk mengatasi dampak negatif ini? Apakah ada jalan keluar untuk meminimalisasi kejadian ini? Tentunya ada beberapa langkah yang bisa dilakukan orang tua untuk membuat anak tidak kecanduan bermain gawai.

Pertama, membatasi waktu penggunaan gawai. World Health Organization (WHO) menyarankan untuk anak di bawah umur 10 tahun hanya boleh menggunakan gawai atau screen time selama 1-2 jam per hari. Para orang tua bisa membuat jadwal penggunaan gawai, seperti ketika sudah selesai belajar, pada akhir pekan, ataupun diberikan sebagai reward karena anak sudah melakukan hal yang baik.

Kedua, mendampingi anak ketika sedang bermain gawai. Orang tua bisa menemani anak mereka ketika bermain gawai, sehingga bisa mengetahui jenis konten dan gim apa saja yang anak mereka tonton dan mainkan. Anak tetap bisa menonton dan bermain gim sesuai dengan rating umur mereka. Kesempatan ini sekaligus untuk memberi tahu tentang baik dan buruknya penggunaan gawai.

Ketiga, mengajak anak untuk bermain atau melakukan aktivitas secara langsung. Membaca buku, menggambar, ataupun bermain di luar rumah bisa membantu anak mendapatkan hal-hal yang baru, bisa bersosialisasi dengan teman, dan bisa mengembangkan bakat dan minat anak.

Singkatnya, gawai memang bisa bermanfaat untuk anak-anak, tetapi jika terlalu sering digunakan tanpa batas, bisa menggangu perkembangan mereka, seperti membuat anak susah bersosialisasi atau sulit mengontrol emosi. Karena itu, orang tua perlu membatasi anak bermain gawai, menemani saat mereka menggunakannya, dan mengajak mereka beraktivitas lain yang lebih aktif. Dengan begitu, anak bisa tetap tumbuh ceria dan berkembang dengan baik, tanpa bergantung pada gawai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun