Mohon tunggu...
Meirad Arianza Bima
Meirad Arianza Bima Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa prodi Ilmu Hukum di Universitas Asahan

Saya memiliki ketertarikan dengan filsafat dan sosial.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menyatukan Dunia: Akar, Nilai, dan Tanggung Jawab Kosmopolitanisme

3 November 2024   13:00 Diperbarui: 3 November 2024   13:02 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

1: Akar dan Esensi Kosmopolitanisme

Gagasan kosmopolitanisme, yang berakar dari tradisi filosofis Yunani kuno, telah mengalami evolusi signifikan sepanjang sejarah pemikiran manusia (Brown & Held: 2010). Diogenes, filsuf Yunani yang terkenal dengan pernyataannya sebagai "warga dunia," meletakkan fondasi awal bagi pemikiran yang melampaui batas-batas negara dan budaya (Nussbaum: 1997).

Dalam perkembangan modernnya, kosmopolitanisme mendapat artikulasi filosofis yang lebih mendalam melalui karya Immanuel Kant, terutama dalam "Perpetual Peace" yang mengajukan konsep hukum kosmopolitan sebagai basis perdamaian dunia (Kleingeld: 2012). Pemikiran ini kemudian menjadi landasan teoretis bagi terbentuknya berbagai institusi internasional modern (Kennedy: 2006).

Studi-studi kontemporer menunjukkan bahwa orientasi kosmopolitan berkorelasi positif dengan tingkat inovasi dan pertumbuhan ekonomi suatu masyarakat (Florida: 2019). Data empiris dari berbagai negara mengkonfirmasi bahwa keterbukaan terhadap pertukaran global berhubungan erat dengan peningkatan kesejahteraan sosial dan ekonomi (Stiglitz: 2020).

Para kritikus kosmopolitanisme sering menganggapnya sebagai idealisme yang tidak realistis (Miller: 2016). Namun, penelitian terbaru justru menunjukkan bahwa dalam menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim dan pandemi, pendekatan kosmopolitan menjadi semakin relevan dan bahkan niscaya (Beck: 2018).

Bukti empiris dari studi lintas budaya mendemonstrasikan bahwa masyarakat yang lebih terbuka terhadap pertukaran global menunjukkan tingkat resiliensi dan adaptabilitas yang lebih tinggi dalam menghadapi krisis (Appiah: 2018). World Values Survey secara konsisten menunjukkan tren peningkatan nilai-nilai kosmopolitan di berbagai belahan dunia (Inglehart: 2021).

2: Nilai Universal dalam Keberagaman

Dialog antarbudaya dalam konteks kosmopolitan telah menunjukkan adanya nilai-nilai universal yang melampaui perbedaan budaya (Sen: 2009). Penelitian antropologis menemukan bahwa meski manifestasinya berbeda, prinsip-prinsip dasar seperti keadilan dan empati ditemukan di hampir semua budaya manusia (Brown: 2017).

Studi-studi psikologi lintas budaya mengungkapkan bahwa exposure terhadap keragaman budaya meningkatkan kemampuan kognitif dan empati sosial (Deardorff: 2019). Data dari program pertukaran pelajar internasional menunjukkan dampak positif pada pengembangan perspektif global dan pemahaman antarbudaya (Knight: 2020).

Dalam era digital, teknologi telah memfasilitasi pertukaran budaya dengan cara yang belum pernah terjadi sebelumnya (Castells: 2021). Penelitian menunjukkan bahwa generasi yang tumbuh dengan akses digital memiliki orientasi kosmopolitan yang lebih kuat dibandingkan generasi sebelumnya (Bennett: 2019).

Para kritikus relativisme budaya berpendapat bahwa nilai-nilai universal adalah ilusi (Benhabib: 2016). Namun, studi empiris tentang resolusi konflik internasional justru menunjukkan efektivitas pendekatan yang berbasis nilai-nilai bersama (Ramsbotham: 2018).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun