Mohon tunggu...
Politik Pilihan

Dialog Socrates tentang Bentuk Pemerintahan dan Telaah Perkembangan di Indonesia

5 Oktober 2016   13:39 Diperbarui: 5 Oktober 2016   18:54 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Berbincang “ngalor ngidul” antara kawan dan sahabat merupakan kelaziman yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat sejak dulu. Obrolan yang terkadang memunculkan ide atau angan-angan terhadap sebuah kondisi.

Inilah yang terjadi pada Socrates (470-469 SM), filsuf Yunani kuno yang ngobrol dengan beberapa kawannya, diantaranya Glaucon; Adiemantus dua kakak-beradik dari Plato. Obrolan yang mengarah pada angan-angan kondisi ideal dalam sebuah pemerintah.

Dirangkum dalam buku REPUBLIC karya Plato, memberi perhatian pada gagasan-gagasan yang tercetus, berserta argumen masing-masing dari dialog Socrates dkk. Siapa sosok pemimpin sebuah wilayah atau negara, ditambah bentuk pemerintahannya. Ini dibahas mulai Buku 6 sampai 10.

BENTUK PEMERINTAHAN ALA SOCRATES

Secara sederhana, pembentukan negara bertujuan memberikan kebahagiaan kepada warganya. Selain itu negara harus memberikan keadilan dengan menerapkan prinsip tertib bermasyarakat yang berlandaskan ilmu pengetahuan.

Munculkan gagasan pemerintahan yang dipercayakan kepada beberapa orang pandai; cendikiawan. Disebut Aristokrasi, berdasar bahasa Yunani terdiri kata Aristos – sempurna dan Kratos – kekuasaan. Pemerintahan ini sangat mendambakan kondisi ideal. Kebahagiaan dan Keadilan. Meski tergolong pandai dan bijak, pada kenyataannya mengelola sebuah negara bersama rakyatnya bukanlah pekerjaan mudah.

Pemerintahan yang dipegang kaum Aristokrat berkembang menjadi Timokrasi. Jalannya pemerintahan menjadi tanggung jawab kaum kaya; hartawan; tuan tanah. Semakin kaya seseorang semakin besar pula kekuasaannya. Kondisi ini rentan memunculkan persaingan di kalangan orang kaya dan tuan tanah.

Situasi serba bersaing berujung pada gagasan mempercayakan jalannya pemerintahan pada sekelompok orang saja. Dari Timokrasi berkembang menjadi Oligarki. Dalam bahasa Yunani dari kata “Oligos”yang artinya beberapa gelintir orang (pilihan atau yang ditunjuk). Pemerintahan Oligarki ini pada perjalanan masa dan jaman diwarnai dengan kekerasan. Rakyat harus tunduk. Ketidakpatuhan pada penguasa berujung pada hukuman tegas.

Kemudian muncullah sebuah kebutuhan bersama menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan. Rakyat, tanpa memandang kasta atau jenis kelamin punya andil dan kewenangan menunjuk siapa yang dicalonkan, sampai dipilih untuk menjalankan pemerintahan demi kemaslahatan bersama. Bentuk pemerintahan Demokratis, rakyat berdaulat. Dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat.

Jalannya pemerintahan melalui keterwakilan di lembaga khusus, didukung mekanisme suara terbanyak untuk kepentingan mayoritas. Kekuasan cenderung melenakan. Orang yang berkuasa cenderung tergoda untuk tetap atau terus berkuasa. Untuk menjamin kelangsungan kekuasaannya maka dibuatlah setumpuk aturan, kalau perlu memodifikasi aturan yang sudah ada supaya kekuasaannya langgeng.

Aturan-aturan ini disertai dengan pembentukan instrumen, lembaga yang mengawasi dan menegakkan. Dengan bumbu kekerasan, tidak pandang bulu, terkesan sewenang-wenang (“semau penguasa”) lahirkan sebutan pemerintahan Tyrani.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun