Pada hari Minggu, 4 Agustus 2013, saya mendapat kesempatan untuk berkunjung ke Desa Dermaji, Kecamatan Lumbir, Kabupaten Banyumas. Dermaji merupakan sebuah desa yang terletak di Kabupaten Banyumas bagian barat. Saya mendapatkan informasi tentang desa tersebut dari internet dan komunitas Blogger Banyumas. Saya merasa sangat senang, sebab jarang sekali ada pemerintah desa atau warga yang berinisiatif untuk mengabadikan dan menuliskan tradisi yang masih dijalaninya dalam bentuk website desa yakni http://dermaji.desa.id.
Mulanya, saya yang notabene masih berstatus menjadi mahasiswa mendapat tugas dari dosen saya untuk mencari informasi tentang tradisi lisan yang masih berkembang di Kabupaten Banyumas. Banyumas merupakan salah satu daerah yang sangat kaya akan budaya. Warga Banyumas memiliki keunikan identitas kultural berupa cablaka dan blakasuta yang berarti tindakan yang tanpa ditutup-tutupi. Identitas kultural itu tercermin dalam berbagai tradisi yang berkembang di Banyumas. Menurut saya, akan sangat sia-sia jika Banyumas yang sangat “kaya” itu kemudian kehilangan identitasnya karena tak ada upaya untuk melestarikannya.
“Dari hal yang kecil, untuk mengubah hal yang besar,” itulah pesan yang saya tangkap dari inisiatif dan upaya warga Desa Dermaji dalam melestarikan kebudayaan mereka yang merupakan bagian dari budaya Banyumas. Melalui sebuah museum desa swadana dan sawadaya yang mereka bangun secara bergotong-royong, mereka mengumpulkan artefak dan merekam berbagai tradisi warga Desa Dermaji dari masa ke masa. Museum yang bernama Naladipa itu diambil dari nama kepala desa pertama di Dermaji. Meski bangunannya masih sederhana dan terletak di lantai dua Kantor Kepala Desa Lumbir, tapi museum itu tak kehilangan esensinya sebagai sebuah produk semangat warga desa dalam melestarikan budayanya.
Berdasarkan wawancara saya dengan Bapak Bayu Setyo Nugroho, Kepala Desa Dermaji, peresmian museum tersebut dirayakan dengan mengadakan Festival Pusaka Desa (local heritage festival) pada tanggal 16 Juni 2013. Museum desa ini menjadi media untuk mengingat kearifan masa lalu untuk membangun masa depan. Semangat itu yang melatarbelakangi pendirian Museum Naladipa. Desa harus mampu mengelola pengetahuan dan tradisi hidup masyarakatnya sebagai modal sosial pembangunan desa. Museum pun bisa menjadi media penghubung pengetahuan antargenerasi untuk memunculkan kreativitas baru.
Keberadaan museum desa sangat perlu sekaligus menunjang dunia pendidikan. Warga bisa belajar bagaimana cara hidup masyarakat Desa Dermaji dari zaman ke zaman. Bahkan Museum Desa Naladipa bisa menjadi wahana edukatif untuk generasi muda agar mereka mengenal, memahami dan melestarikan kebudayaan nenek moyang mereka. Adapun artefak yang ada di sana seperti setrika kuno, kudhi (senjata tradisional Banyumas), peralatan pertanian tempo dulu, peralatan memasak, dan sebagainya. Selain berisi artefak, Museum Naladipa juga menyimpan berbagai rekaman dan ulasan tentang kebudayaan desa tersebut seperti: tradisi sunat, upacara jelang panen padi dan gubrag lesung, kesenian kentongan, pengobatan sakit gigi tradisional, dolanan anak umbul, dan masih banyak tradisi lain yang masih diuri-uri oleh warga Dermaji.
Meski terletak jauh dari pusat kota Kabupaten Banyumas, tapi warga Desa Dermaji telah membuktikan bahwa pemikiran, kebersamaan dan semangat mereka tak terbatas pada titel mereka sebagai warga desa, yang awam dengan berbagai fasilitas di perkotaan. Selamat untuk warga Desa Dermaji.
(Meina Febriani, Mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia, PPs Unnes)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H