Dikabarkan bahwa terdapat tekad untuk membuat mata uang baru oleh BRICS. BRICS, singkatan dari kelompok negara Brazil, Russia, India, Cina, dan Afrika Selatan, berkolaborasi untuk melanjutkan perkembangan ekonomi negaranya sendiri. Perkembangan ekonomi tersebut diupayakan melalui integrasi sistem pembayaran dan pembuatan media pembayaran baru. Wakil Ketua Duma Negara Alexander Babakov menjamin bahwa keuntungan dari upaya tersebut akan terdistribusi merata pada negara BRICS. Sesuai pernyataannya pada St. Petersburg International Economic Forum di New Delhi, India, keuntungan tidak akan berpusat pada negara Barat lagi. Lalu, apa dampak lanjutan dari rencana BRICS kepada sistem moneter internasional?
Sebelum membahas lebih detail mengenai rencana BRICS dan dampaknya, mari memahami definisi reserve currency, atau mata uang cadangan.Â
Bank sentral mengelola mata uang asing sebagai cadangan devisa. Pengelolaan tersebut ditujukan untuk memfasilitasi berbagai bentuk transaksi internasional, seperti investasi, pembayaran dan pembelian dalam perdagangan, pelunasan utang kepada negara lain, dan sebagainya. Ketika pemerintah dari negara berbeda berdagang satu sama lain, terdapat kecenderungan untuk bertransaksi menggunakan mata uang selain mata uang domestik. Pemerintah tersebut kemudian membeli mata uang yang diperlukan di pasar valuta asing. Akan tetapi, terdapat risiko yang melekat pada pasar valuta asing. Risiko tersebut yaitu selisih nilai tukar/kurs yang tidak stabil hingga titik ekstrim. Untuk meminimalisir risiko ini, bank sentral menyimpan mata uang asing sebagai cadangan. Hal tersebut difungsikan guna membantu menyelesaikan transaksi internasional. Penyimpanan mata uang asing diistilahkan sebagai reserve currency. Selain itu, pemerintah yang berperan sebagai pembeli memiliki opsi untuk tidak menukar mata uangnya dengan mata uang cadangan untuk melakukan transaksi.Â
Hingga kini, dolar Amerika Serikat (AS) mendominasi sebagai mata uang cadangan selama 60 tahun terakhir. Sejak 1944, dolar diadopsi sebagai nilai tukar utama yang digunakan di lingkungan internasional. Dolar pun diadopsi sebagai sebagai mata uang cadangan utama. Pengadopsian tersebut dilangsungkan setelah Perjanjian Bretton Woods tahun 1944. Perjanjian tersebut disetujui oleh para delegasi yang berdomisili dari 44 negara. Sejak pengesahan adopsi dolar, negara di lingkungan internasional mematok nilai tukar mereka terhadap dolar. Hingga kini, kedudukan mata uang cadangan dolar telah didukung dan diperkuat oleh penggunaan masyarakat internasional sebagai jangkar nilai tukar dari sektor perdagangan dan investasi lintas batas. Kedudukan tersebut memiliki stabilitas terlepas runtuhnya sistem Bretton Woods dan munculnya mata uang cadangan baru, seperti euro dan yuan. Secara tidak langsung, negara-negara asing mengobservasi kebijakan moneter Amerika Serikat. Observasi tersebut difungsikan untuk memastikan bahwa nilai cadangan mereka tidak terpengaruh oleh inflasi atau kenaikan harga.Â
Pada tahun 2023, muncul upaya penyeimbangan kekuatan moneter terhadap Amerika Serikat. Upaya tersebut dicetus oleh BRICS dalam bentuk penciptaan mata uang baru. Beberapa negara lain menyiratkan keinginan untuk bergabung dengan BRICS. Negara-negara yang dimaksud yaitu Argentina, Iran, Indonesia, Turki, Arab Saudi, dan Mesir. Afrika Selatan akan menjadi tuan rumah KTT BRICS berikutnya pada bulan Agustus. Anggota BRICS telah menunjukkan konsensus dan komitmen yang kuat untuk mempromosikan penggunaan mata uang lokal dalam penyelesaian internasional dan membangun infrastruktur keuangan global alternatif non-dolar. Sebagai contoh, BRICS telah membentuk New Development Bank (NDB) untuk mengurangi penggunaan dolar guna pembiayaan pembangunan. Selain itu, Rusia merupakan negara pertama yang meratifikasi kesepakatan untuk membentuk 'kumpulan cadangan' mata uang asing senilai $100 juta. Kumpulan ini, yang dikenal sebagai "Contingent Reserves Arrangement", yang menandakan penyimpan mata uang asing. Simpanan mata uang asing tersebut dapat digunakan oleh negara-negara BRICS sesuai kebutuhan.
Dari sudut pandang masyarakat yang berasal dari BRICS, penyimpanan darurat akan menggotong neraca pembayaran negara dan menutupi utang untuk krisis. Menyimpan dana dalam mata uang asing yang stabil sangat penting. Hal ini dipertunjukkan untuk melindungi dari fluktuasi mata uang di negara-negara anggota BRICS. Misalnya, nilai tukar Brazil turun sekitar 17% terhadap dolar AS dalam tiga bulan pertama tahun 2015. Penurunan tersebut dapat dikaitkan dengan ketidakstabilan politik dan inflasi. Cadangan uang mata berarti bahwa Brazil dan negara-negara BRICS lainnya dapat mempertahankan mata uang mereka pada nilai tukar yang cukup. Bahkan ketika mereka sedang mengalami kesulitan.
Penyimpanan darurat memiliki cadangan mata uang asing yang dapat membantu menstabilkan perekonomian pula. Pada gilirannya, penyimpanan ini mendorong perdagangan, pariwisata, dan pengangguran. Stabilitas biasanya datang dengan nilai tukar yang stabil, membuat perjalanan ke luar negeri atau bahkan membeli rumah di luar negeri lebih mudah dianggarkan. Kurs yang stabil umumnya melindungi dari devaluasi yang tajam. Sehingga, konsumen dapat merasa lebih aman dalam pembelian.
Kelompok tersebut juga merencanakan peluncuran kerangka kerja pembayaran umum yang dapat diintegrasikan dengan mata uang digital BRICS. Perencanaan tersebut tentu dimanfaatkan sebagai pengurangan dolar infrastruktur keuangan global. BRICS juga secara kolektif mengejar pendekatan reformis, seperti menciptakan CRA berbasis dolar, mengadvokasi reformasi IMF Hak Penarikan Khusus, dan membentuk aliansi bursa saham BRICS dalam sistem yang eksis. Bersama-sama, kelompok ini menunjukkan bahwa BRICS tidak hanya berusaha untuk mereformasi sistem yang ada untuk menggabungkan kepentingannya dengan lebih baik. Akan tetapi, BRICS juga menciptakan infrastruktur de-dolarisasi yang baru lahir yang mendukung de-dolarisasi global dalam jangka panjang. Upaya kolektif BRICS untuk membangun sistem keuangan non-dolar alternatif memiliki potensi untuk sepenuhnya mengimunisasi peserta dari risiko pertukaran dan sanksi yang berasal dari dominasi dolar dan posisi hegemonik AS. Dalam jangka panjang, infrastruktur de-dolarisasi BRICS bahkan dapat berfungsi sebagai dasar untuk koalisi de-dolarisasi yang lebih luas dan mencakup organisasi-organisasi regional.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H