Kita tidak diajarkan cara untuk menganalisis dampak korupsi terhadap kelancaran sistem ekonomi negara saat sekolah. Tidak ada upaya mengelaborasi ajaran untuk tidak merampas hak individu, terutama masyarakat yang berdiri pada hirarki terbawah. Walaupun terdapat sorakan untuk tidak melakukan korupsi, namun pemerintah sebagai cerminan bangsa dan negara melakukan korupsi. Alhasil, kualitas pelayanan kepada masyarakat menurun dan pembangunan ekonomi sukar mencapai target. Seperti contoh, pendapatan pajak seharusnya difungsikan untuk mengembangkan pendidikan tenaga kerja dan memperluas akses ke pendidikan maupun lowongan pekerjaan. Akan tetapi, terdapat proses yang memanipulasi pendapatan pajak untuk masuk ke rekening pribadi. Akibatnya, persentase produktivitas ekonomi tidak mampu menyeimbangi peningkatan pengangguran.Â
Untuk memahami kekacauan yang diakibatkan oleh korupsi, kita perlu memahami pasar tenaga kerja. Pada dasarnya, pasar tenaga kerja merupakan pertukaran permintaan dan penawaran terhadap pekerja, kemampuan, serta upah pekerja. Tenaga kerja, menurut Adam Smith, menjadi bagian faktor produksi atau faktor yang diutamakan untuk memproduksi barang dan jasa.Â
Secara detail, permintaan terhadap tenaga kerja dapat digambarkan dengan pemilik bisnis membutuhkan jasa seseorang yang ahli dalam bidang tertentu untuk mengerjakan tugas yang berkaitan dengan bisnis. Seperti contoh, sebuah apotek kecil di desa membuka lowongan untuk dua lulusan farmasi sebagai peracik obat. Akan tetapi, jumlah pendaftar lowongan kerja pada apotek melebihi kapasitas. Untuk dicatat, jumlah pendaftar lowongan kerja tersebut dinamakan penawaran. Dalam kasus apotek kecil di atas, maka penawaran lebih besar daripada permintaan.Â
Lalu, pemilik apotek merencanakan mekanisme pemilihan karyawan yang tepat untuk bisnisnya. Pertukaran sukarela, atau voluntary exchange, merupakan tahap yang akan berjalan antara pemilik apotek dan karyawan yang terpilih. Pertukaran sukarela adalah jenis transaksi di mana dua pihak secara bebas memperdagangkan barang atau jasa. Hal ini terjadi di mana kedua aktor berkomunikasi guna mendapatkan keuntungan bersama. Pada pasar tenaga kerja, pertukaran sukarela terjadi jika pemilik bisnis menukarkan jasa tenaga kerja dengan upah.Â
Dalam kehidupan nyata, sistem penawaran dan permintaan dalam pasar tenaga kerja tidak hanya berkutat pada mikroekonomi. Pada tingkat ekonomi mikro, perusahaan berinteraksi dengan mempekerjakan atau memberhentikan karyawan, menaikkan atau menurunkan gaji, serta menyusun jam kerja mereka. Keterkaitan antara penawaran dan permintaan berdampak pada jumlah jam kerja karyawan dan pendapatan dan tunjangan yang mereka terima. Jumlah upah dapat disesuaikan dengan modal, keuntungan yang diraih oleh pemilik bisnis/perusahaan, serta tingkat produktivitas karyawan. Di sisi lain, penawaran dan permintaan pada pasar tenaga kerja tingkat ekonomi makro dipengaruhi beragam faktor. Seperti contoh, dinamika sistem pasar dalam dan luar negeri, imigrasi, usia penduduk, tingkat pendidikan, tingkat pengangguran, produktivitas, tingkat partisipasi, pendapatan total, dan produk domestik bruto (PDB).Â
Pada pasar tenaga kerja tingkat ekonomi makro, pemerintah dari suatu negara terlibat. Sangat penting bagi pemerintah untuk meminimalisasi dampak buruk dari korupsi terhadap pasokan tenaga kerja. Seperti yang kita ketahui, korupsi berdampak buruk terhadap tenaga kerja serta arus pertumbuhan ekonomi negara. Korupsi mengurangi pasokan tenaga kerja dengan meningkatkan aktivitas sektor informal serta mengurangi produktivitas sektor pemerintahan dan swasta. Sektor informal, atau nama alternatif untuk shadow economy dan pasar gelap. Berurusan dengan obat-obatan terlarang, perdagangan manusia, spesies yang terancam punah, organ tubuh manusia, barang antik, dan barang curian merupakan cerminan aktivitas ekonomi sektor informal. Sebab aktivitas tersebut ilegal, sektor ini sangat berpotensi untuk menghindari pajak.Â
Menurut International Monetary Fund (IMF), terdapat peningkatan partisipasi dalam pasar tenaga kerja sektor informal. Peningkatan tersebut dilatarbelakangi oleh perekonomian sektor informal yang terorganisir dengan baik. Kombinasi administrasi hukum yang lemah dan inefisiensi pemerintah memberikan lahan yang sangat subur untuk aktivitas sektor informal.Â
Kombinasi tersebut pun menyuburkan tingkat korupsi. Beberapa penelitian secara empiris menyelidiki hubungan antara korupsi dan sektor informal. Mereka mengamati bahwa negara-negara dengan lebih banyak korupsi memiliki sektor informal yang relatif lebih besar. Hal tersebut mencerminkan korupsi tertanam dalam masyarakat, sehingga sistem pasar tenaga kerja runtuh. Akibat dari korupsi, masyarakat cenderung memilih beroperasi di sistem bergerak cepat dan mendatangkan keuntungan banyak. Dengan kata lain, pekerja dan pengusaha kehilangan kepercayaan pada pemerintah dan produk hukumnya. Korupsi pada dasarnya merupakan bentuk penyalahgunaan kekuasaan politik untuk dompet pribadi.
Regulasi dinilai tidak cukup menumbuhkan kesejahteraan pasar tenaga kerja. Penilaian tersebut disampaikan oleh Ann Bernstein ketika menjelaskan keadaan pasar tenaga kerja di Afrika Selatan tahun 2021. Menurut Bernstein, ekonomi Afrika Selatan tidak tumbuh selama bertahun-tahun. Negara ini memiliki peringkat kredit status buruk, pendapatan menurun, hutang yang meningkat, dan krisis pengangguran. Keadaan tersebut diperparah dengan korupsi sistemik yang dilakukan oleh mantan presiden, Jacob Zuma.Â
Ardiyanto (2011) meneliti korupsi pada skala Asia Tenggara. Penelitian tersebut mengatakan bahwa memburuknya korupsi menyebabkan berkurangnya arus masuk investasi asing langsung. Hal ini dipengaruhi korupsi yang membengkakkan biaya investasi dan biaya melakukan bisnis. Peningkatan satu poin dalam tingkat korupsi dikaitkan dengan pengurangan sekitar 26,5 persen dalam investasi. Seperti yang kita ketahui, investasi mampu meningkatkan produktivitas ekonomi suatu negara. Oleh karena itu, korupsi dianggap sebagai perusak daripada bantuan untuk investasi, pengamplasan bukan pelumas roda perdagangan, dan mengurangi daripada meningkatkan efisiensi ekonomi.
Telah dijelaskan bahwa korupsi berpeluang menghancurkan pasar tenaga kerja. Diperlukan upaya untuk meminimalisasi dampak negatif korupsi terhadap tenaga kerja. Menurut Cooray (2018) pemerintah perlu mengembangkan pendekatan yang komprehensif untuk menekan potensi korupsi. Selain itu, tugas mulia yang dapat diamalkan oleh pemerintah yaitu memperbaiki kualitas peraturan dan menanam kebijakan yang mengurangi kegiatan dalam ekonomi bayangan. Dengan adanya peningkatan dalam niat baik pemerintah dan pelayanan terhadap masyarakat yang berkualitas, maka produktivitas perekonomian formal terbenahi.