Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menemukan berbagai tanda yang tanpa disadari merupakan wujud dari komunikasi nonverbal. Misalnya, lampu lalu lintas di persimpangan jalan. Meskipun tidak berkomunikasi secara verbal, lampu tersebut mengisyaratkan dengan jelas bahwa ketika lampu meraj menyala, kita yang berkendara akan langsung berhenti. Dalam kajian linguistik, terdapat cabang ilmu yang khusus mempelajari tanda-tanda seperti ini, yaitu semiotika.
Semiotika adalah teori filsafat umum yang berkenaan dengan produksi tanda-tanda  dan symbol-simbol sebagai bagian dari system kode yang digunakan untuk mengkomunikasikan informasi. Dalam konteks ini, tanda yang dimaksudkan dapat mengungkapkan makna atau hal lain yang tersembunyi di balik tanda tersebut. Dengan arti lain, keberadaan tanda ini akan mewakili sesuatu yang berhubungan dengan objek tertentu. Objek-objek tersebut dapat menyampaikan informasi dan berfungsi sebagai media komunikasi dalam bentuk tanda.
Tokoh besar yang menggagas teori semiotika adalah Ferdinand de Saussure dan Charles Sanders Peirce. Berikut penjelasannya,
1. Ferdinand de Saussure
Saussure mengemukakan teori bahwa setiap tanda dibentuk oleh dua komponen yang tidak terpisahkan yakni  signifiant dan signifie. Signifiant atau signifier diartikan sebagai penanda atau bentuk dari sebuah tanda, sedangkan signifie atau signified adalah isi dari sebuah tanda (petanda). Hubungan antara signifier dan signified sangat erat karena keduanya merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Contohnya adalah kata "gorden" sebagai signifier atau penanda yakni komponen kata gorden itu sendiri, yakni g-o-r-d-e-n. Sedangkan signified pada kata gorden adalah apa yang dipikirkan seseorang terhadap kata gorden tersebut, misal kain yang digunakan untuk menutup jendela. Jadi, signifier atau penanda adalah bunyi, bentuk bunyi atau bentuk tulisan yang bersifat menandai, sedangkan signified atau petanda adalah makna atau konsep yang diwakili. Â
2. Charles Sanders Peirce
Peirce adlah serang filsuf, ilmuwan dan logikawan berkebangsaan Amerika yang disebut sebagai bapak semiotika modern. Peirce menjelaskan bahwa tanda dalam semiotika selalu berhubungan dengan logika, khususnya logika manusia dalam memahami tanda-tanda yang muncul di sekitarnya. Peirce membedakan tanda menjadi tiga jenis, yaitu ikon, indeks, serta simbol.
- Ikon: tanda yang memiliki kemiripan langsung dengan objek yang diwakili. Contoh: Foto wajah seseorang yang memiliki kemiripan langsung dengan orang tersebut.
- Indeks: tanda yang memiliki hubungan sebab-akibat atau keterkaitan dengan objeknya. Contoh: jejak kaki di pasir merupakan indeks atas kehadiran seseorang atau binatang yang lewat di tempat itu.
- Simbol: tanda yang maknanya didasarkan atas kesepakatan sosial. Contoh: kata meja adalah symbol dari objek meja, karena makna tersebut diperoleh dari konvensi bahasa. Jadi, benda meja disimbolkan dengan kata meja, karena kata meja sudah mendapat kesepakatan sosial untuk menyebut benda yang memiliki permukaan datar dan berfungsi untuk meletakkan barang atau makanan.
Dalam menafsirkan tanda, dipengaruhi oleh interpretant. Interpretant adalah pemahaman atau interpretasi dari tanda oleh seseorang. Setiap orang memiliki interpretant yang berbeda beda antara orang satu dengan lainnya. Misal, pada kata buku, orang A menafsirkan buku adalah lembaran kertas kosong yang digabungkan dan digunakan untuk menulis. Sedangkan orang B menginterpretasikan bahwa buku adalah kumpulan kertas yang dijadikan satu dan berisi bacaan atau gambar. Jadi, dalam penafsiran sebuah tanda, seseorang memiliki interpretant yang berbeda-beda satu sama lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H