Pada kepemimpinan presiden Seoharto tahun 1998 dimana diberlakukannya demokrasi sebagai sistem pemerintahan di Indonesia, membuat pesta partai politik (parpol), dimana mulai bermunculannya parta-partai politik di Indonesia ada sekitar 150 parpol dan ada sekitar 48 partai politik yang memenuhi persyaratan dan diperkenankan ikut menjadi peseta pemilu 1999. Partai politik di Indonesia benar-benar merayakan pesta demokrasi pada saat itu, dan pesta demokrasi itupun berlangsung hingga sekarang.
Parpol melupakan tujuan serta fungsi mereka di Indonesia yaitu sesuai pada pasal 10 poin (C dan D) yang berisikan“ mengembangkan kehidupan demokrasi berdasarkan pancasila dengan menjujung tinggi kedaulatan rakyat dalam negara kesaatuan Republik Indonesia”dan“mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.” Akan tetapi kini jarang terjadi parpol yang memperhatikan kepentingan masyarakat, mereka lebih mementingkan kenginan mereka untuk menjadikan parpol sebagai alat untuk memperoleh kekuasaan di pemerintahaan.
Jika membahas tentang politik di Indonesia itu sangat merumitkan, apalagi membahas masalah partai politik di Indonesia yang dimana satu sama lain saling berlomba untuk mendapatkan kedudukan yang tinggi diatas partai politik lainnya. Hal itu tidak terlepas dari keinginan aktor-aktor didalamnya untuk dapat mewujudkan cita-cita internal mereka, hingga berbagai cara dihalalkan hingga kekuasaan tersebut tercapai, dari yang menggunakan media massa sebagai alat untuk mempromosikan diri, melakukan kampanye di berbagai tempat, hingga menjatuhkan partai lainnya di media massa.
Cara lain yang dilakukan oleh parpol adalah membuat koalisi kepada orang yang dipercaya mampu mempengaruhi masyarakat untuk mendukung parpolnya untuk menang di pemilu. Contohnya saja pemilihan gubernur DKI Jakarta tahun 2017 mendatang yang sedang menjadi viral di Indonesia saat ini, dimana salah satu calon gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau sering dikenal dengan nama Ahok yang awalnya maju dengan independen kini beralih ikut parpol untuk disandang maju ke pemilihan gubernur DKI Jakarta tahun 2017 mendatang, dimana diketahui bahwa ahok sudah memiliki suara dari pengumpulan KTP dari warga DKI yang dikumpulkan Teman Ahok mencapai 1.024.632 buah, Minggu (19/06) sebagai tiket Ahok utuk maju melalui jalan independen. Dengan jumlah yang segitu banyaknya, membuat banyak parpol ingin berkoalisi maju bersama Ahok, diantaranya Golkar, Nasdem, dan Hanura.
Beda halnya dengan parpol yang ingin maju bersama Ahok, disisi lain ada parpol yang ingin maju tanpa Ahok, dan memilih orang lain yang dipercaya untuk maju di pemilihan gubernur DKI Jakarta periode 2017-2021. Disini parpol-parpol melakukan koalisi besar Non-Ahok. Ada pertarungan antar parpol yang terjadi. Hal ini membuktikan bahwa fungsi parpol dalam pasal 12 salah satu poinnya menyatakan bahwa “parpol sebagai pencipta iklim yang kondusif serta sebagai perekat persatuan dan kesatuan bangsa untuk mensejahterakan masyarakat”. Mereka sibuk bersaing untuk memperoleh kemenangan tanpa memperhatiakan apa kehendak dan kebutuhan dari masyarakat. Tapi disisi lain setelah mendapatkan kekuasaan di pemerintahan banyak para aktor-aktor dari parpol yang menyalhgunakan kekuasaanya, dan masyarakat makin melarat saja.
Hal ini yang harus secepat mungkin untuk disadari oleh parpol dan diminimalisir dari negeri kita, jika hal ini terus berlangsung maka, negara akan tetap menjadi negara yang rakus akan kekuasaan dan tanpa adanya kemajuan. Keinginan negara untuk terintegrasi akan menjadi angan-angan belaka. Serta pandangan buruk masyarakat terhadap politik di Indonesia pun semakin menjadi-jadi. Kritis masyarakat dibutuhkan dalam masalah yang sedang dihadapi negara ini.
Source:
BBC Indonesia
Liputan 6.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H