Beberapa hari lalu, media Republika Online menurunkan artikel tentang dokter Tifauzia Tyassuma dengan judul sangat provokatif: "Buzzer Membunuh demi Nasi dan Receh".
Republika menelan mentah-mentah curhatan Tifauzia dan menuliskannya sebagai judul artikel. Sebuah artikel yang ditulis dengan sangat buruk. Paragraf-paragraf pertama menempatkan Tifauzia sebagai narasumber yang diwawancarai.Â
Paragraf-paragraf selanjutnya adalah copy-paste curhat Tifauzia di media sosial. Dengan sudut penulisan seperti ini, minus kaidah jurnalistik cover both sides, otomatis, Republika menunjukkan posisi yang sama yaitu menuduh netizen kritikus Tifauzia sebagai buzzer recehan. Â Â
Saya tidak menafikan fakta bahwa setiap Media di mana pun di seluruh dunia memiliki agenda setting yang berbeda-beda, dimana agenda setting itulah yang menentukan sudut pemberitaan. Namun, sebagai salah satu orang yang membuat tulisan viral yang membahas dugaan kebohongan publik Tifauzia, saya berani katakan bahwa tuduhan Republika tersebut adalah fitnah!
Tak juga belajar dari kasus pemberitaan bombastis klaim kepakaran Dwi Hartanto yang belakangan diketahui berbohong beberapa waktu lalu, Republika dan banyak media percaya begitu saja self-claim kepakaran dari Tifauzia Tyassuma.Â
Padahal, kepakaran tidak bisa diperoleh dari self-claim. Kepakaran adalah pengakuan dari kolega sejawat yang terefleksikan secara formal dalam statistik sitasi dan berbagai indeks kepakaran..
Bagaimana kita bisa meningkatkan literasi rakyat Indonesia, jika literasi media mainstream saja masih separah ini.
Dan Republika dalam hal ini, is the worst of all.
Yang menjadi concern dari para netizen (yang dituduh sebagai buzzer receh) adalah, dugaan bermacam-macam kebohongan publik yang dilakukan Tifauzia Tyassuma, yang sudah saya bahas secara terstruktur di sini:
https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=10157300938084315&id=770789314&hc_location=ufi
Para netizen yang bersikap kritis terhadap Dokter Tifa punya nama akun yang jelas, punya pekerjaan yang jelas, sebagian berprofesi sebagai dokter, atau ilmuwan, atau akademisi.