Mohon tunggu...
Desti Meilani
Desti Meilani Mohon Tunggu... Guru - Guru SMA.

.........

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mengeja Masa Lalu

14 Agustus 2013   18:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:18 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Apa kabarmu? Apakah baik-baik saja? Bagaimana istrimu, apakah ia orang yang baik?

#

Aku pernah dengar suatu ketika. Kau telah menikah dan punya seorang putri. Syukurlah kalau demikian adanya. Hidupmu memang harus terus berjalan. Seperti malam yang melaju berganti siang. Seperti bola yang meluncur di pelataran. Tidak peduli apakah harus berbelok ke kanan atau ke kiri.

Barangkali tak kau sadari kau pernah mencampakkanku. Membuat luka tanpa pernah berhenti. Sedikit demi sedikit, sampai tak ada lagi ruang kosong untuk luka yang baru. Luka itu begitu pedih. Bahkan terkadang masih terasa sampai kini. Ah, kau tak akan pernah peduli.

Barangkali juga kau pernah mencintaiku. Menghujaniku dengan syair-syair cinta yang bikin mabuk kepayang. Tapi luka tetap luka. Tak kudapati cinta itu. Duniamu tak ku mengerti. Makin lama makin samar dan tak bisa ku eja. Seperti kata seseorang, mungkin saja kau tak pernah benar-benar mencintaiku.

Hmm, kau mungkin ingat suatu hal. Manusia bodoh tak pantas mengusikmu dengan kata-kata. Manusia bodoh tak pantas mengusikmu dengan dering telepon atau SMS kekanakan. Dan akulah manusia bodoh itu. How poor I am. Menyedihkan sekali.

Kau pasti lebih tahu apa definisi rindu. Aku tak pintar menjabarkannya seperti kau mengolah kata. Aku hanya tahu bahwa rindu adalah malam yang menunggu pagi. Ia tak sekedar deretan huruf. Ia bernyawa. Berdenyut seperti sakit gigi yang mengarat. Pelan-pelan membuat makin sekarat. Sebab rindu adalah jarak antara kau dan aku. Dan aku tak suka jarak itu.

Tahukah kau, dahulu kau teramat berarti. Sampai kukira cintaku tak akan mati.

#

Aku suka menulis apapun tentangmu. Tidak pada sehelai kertas, tapi berhelai-helai. Aku menulismu dengan segenap rasa. Konyol, tapi entahlah. Mungkin itulah satu dari banyak kekonyolanku yang lain. Celakanya suatu waktu aku lupa menyimpannya pada tempat yang tersembunyi seperti biasanya. Rupanya adik perempuanku menemukannya tergeletak di meja belajar kami. Wajahku merah padam. Panas rasanya. Betapa malunya saat itu. Dia baca tulisanku didepan saudara-saudaraku yang lain. Waw, langit seperti mau runtuh. Seharian aku tak mau keluar dari kamar. Saat itu aku bertekad berhenti menulismu. Tapi nyatanya tak bertahan lama, Aku seperti terjebak dalam labirin tak berpintu. Lagi-lagi kembali aku menulismu. Selalu menulismu. Seperti rinduku yang tak pernah habis.

Pengalaman mengajarkanku tentang satu hal. Bukan teori, mungkin hanya kebetulan saja. Bahwa doa akan membawa seseorang yang diinginkan hadir dalam mimpi. Maka aku suka malam. Sebab itu berarti aku akan bertemu denganmu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun