Mohon tunggu...
Desti Meilani
Desti Meilani Mohon Tunggu... Guru - Guru SMA.

.........

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Bukan Alina*

23 September 2013   19:18 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:30 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku bukan Alina. Sumpah, aku tak akan pernah mencacimu sesuka hati. Aku tak akan mengataimu bodoh, tolol, taik kucing, atau serapah lainnya. Aku hanya seorang perempuan yang mencoba untuk setia. Kau ingat dengan 5 huruf ini kan? S-E-T-I-A, yang menurutmu teramat sakral dan tak boleh sembarangan diucapkan. Setengah mati aku mencoba untuk setia. Setia untuk tetap mencintaimu dalam diam. Ya, dalam diam. Sebab cintaku tak pernah bisa kuungkapkan kepadamu. Kau lelaki sunyi. Tak suka kata cinta. Menyedihkan sekali.

Saat itu berkali kau biarkan aku pergi. Dan kau dengan tenangnya duduk sambil menyeruput kopimu yang pekat. Hei, kau lelakiku, tak seharusnya kau biarkan aku pergi! Tapi nyatanya selalu saja aku kembali. Dan kau kembali menyeduh kopimu seperti biasa.

Akulah yang bodoh. Tapi aku tak pernah peduli. Sebab aku mencintaimu.

#

O ya, sudahkah kau temukan buku novelmu yang hilang dulu? Aku ikut panik melihatmu kebingungan. Berhari mencari wajahmupun ikut kusut karena hilangnya buku itu. Sempat pikiranku berandai. Bagaimana jika akulah buku yang hilang itu, apakah kau akan sepanik itu? Hohoho, kurang kerjaan sekali otakku berpikir seperti itu. Saat itu tentu saja kau tak akan pernah peduli bukan? Tentunya bagimu buku itu lebih penting daripada aku. Kekasihmu. Oh my dear, how could you..

#

Bahagia rasanya saat seorang perempuan menangis, ada seseorang yang merelakan bahunya untuk bersandar. Membujuk, atau bahkan sekadar mengulurkan jemari dan menyeka airmata yang jatuh. Akupun ingin jadi seperti perempuan itu. Punya tempat bersandar dari keluh atau kesah. Punya kau yang bisa melegakanku. Tapi lagi lagi aku harus menyerah pada sikapmu. Tak ada tempat untuk setiap keluh, kesah, bahkan tangis. Perih. Semakin menyesak hingga jadi gelembung yang besar dan susah untuk dibendung. Seperti menunggu untuk pecah. Kau cuma bilang aku harus jadi perempuan yang kuat. Perempuan perkasa. Mandiri, dan masih banyak lagi kata-kata hebat yang kau ucapkan saat itu. Tapi aku perempuan rapuh sayang, tidakkah kau sadari itu. Tidakkah kau coba untuk sesekali mengenali aku. Telah kucoba sekuatnya tapi tetap saja aku tak bisa jadi perempuan hebat seperti yang kau katakan. Kau ingat lagu wonder woman-nya Mulan Jameela? Nah, seperti itulah aku.

Tapi sudahlah, percuma saja bernyanyi tentang aku. Barangkali memang kau tak akan pernah mau mengerti. Dan aku memang mesti larut dalam piluku melulu.

September 2013

Note: *nama tokoh dalam novel Sepotong Senja Untuk Pacarku, SGA.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun