Sobat, ini puisi terakhir dariku. Untukmu. Maafkan aku yang telah jemu. Merangkai narasi, hanya bayang semu. Yang kuharap adalah sesaat dalam temu. Â
Sobat, ini puisi terakhir yang terpampang. Aksara-aksara telah bosan saling silang. Kata-kata telah menghilang. Tenggelam bersama lautan rasa yang bimbang, hanyut bersama gelombang.Â
Diksi-diksi telah habis kupilih. Mungkin saatnya kita beralih. Meninggalkan diksi menjadi kenangan, meskipun pedih. Tenanglah. Kepedihan pasti berangsur pulih.Â
Sobat, biarlah puisi ini menjadi yang terakhir. Hidup kita pasti akan berakhir. Tetapi, puisi-puisi, selalu hadir. Meskipun hanya sebait syair. Â
Dia akan terus hadir dan takkan berakhir. Karena puisi terlahir untuk menjadi abadi, sampai dunia berakhir.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H