Selembar daun malam duduk termangu di ranting yang rapuh, menatap rembulan yang sedang tersenyum. Melepas lelah setelah siang tadi berjuang di terpa terik mentari dan serbuan seribu angin. Diputarnya memori hari. Kisah tentang asa yang terbang dan peluh yang tenggelam. Sebuah kekalahan dan kesia-siaan.
"Hari ini sepertinya adalah hari yang sial dan sia-sia," keluhnya.Â
Selembar daun malam terlelap berselimut gelap. Hijaunya hilang dibalut hitam. Embun air mata mengiringi tidur malamnya. Lalu, mimpi buruk tentang daun yang gugur diserang virus, membangunkannya.
"Malam ini dan esok sepertinya tak bersahabat," keluhnya lagi.
Selembar daun malam, kini sulit memejamkan mata. Tetiba, setetes air jatuh dari langit. Bukan embun. Ditatapnya langit. Tuhan sedang menangis. Setetes air itu, air mata Tuhan.Â
"Malam ini aku lupa berdoa. Ampuni aku Tuhan, yang melupakanMu," pintanya kepada Sang Pencipta.
Selembar daun malam kini tidur nyenyak, usai mengucap bait-bait doa. Bunga tidur mekar bersemi, berkisah tentang esok yang penuh harapan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H