Kemarin dan kemarin. Juga kemarin dan kemarinnya kemarin-kemarin. Di ruang beton itu, tangga-tangga dikejar. Puncak-puncak tak bisa menyembunyikan haus pada kuasa. Derajat-derajat menjadi standar dan ujung kelana juang.Â
Siku melawan siku, di antara sekat-sekat kuasa. Sekat mencipta sekat lalu sekat melawan sekat. Senyum menjadi terpaksa. Bahasa menjadi perkasa. Kuasa menjadi pemaksa. Cemburu memburu laksa. Cinta kehilangan romansa.Â
Tapi, hari ini di ruang yang lain. Derajat-derajat hancur menjadi pasir. Lalu diinjak pejabat dan jelata. Â Mahkota dan senjata hancur dan larut bercampur air. Sama. Semua terombang-ambing gelombang. Di ruang tanpa batas.
Siku menggandeng siku. Jemari tak ada arti, tak ada derajat. Tak ada kelingking, tak ada telunjuk. Semuanya jempol. Semuanya di tengah. Semuanya manis. Â Tak ada ruang untuk tinju melawan tinju. Hanya tangan memeluk tangan dan jemari mencumbu jemari. Tak ada senyun yang terpaksa. Tak ada paksa yang menyapa. Tak ada cinta yang menangis.
Ruang tanpa derajat. Kebersamaan di tepi pantai.
MYT, Pantai Kelapa Miring, Wanua Tulap Minahasa, 010621
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI