Cucur, kue warna merah khas gula aren. Masak berhias renda melingkar, setelah samsara terombang-ambing di lautan minyak goreng panas membara. Â
Onde-onde, kue bulat berisi gula aren. Tenggelam dalam lautan rebusan, timbul menampakan wajah matang di permukaan samudera air mendidih. Lalu, menerima mahkota putih, parutan daging kelapa.
Kopi, sebuah kisah pahit episode-episode perubahan fisika dan kimia. Biji keras, yang mengucap selamat tinggal kepada daging dan kulit, usai terpanggang terik mentari. Lalu, mengalami episode siksa disangrai  di atas panasnya wajan aluminium, hancur menjadi butiran halus,  dan akhirnya dihujani air panas, untuk siap diseruput para penikmatnya. Perjalanan siksa berbuah pahit dalam rasa. Gula aren mencumbuinya, mencipta manis dalam kepahitan.
Kemarin, aku berjumpa cucur, onde-onde dan kopi panas. Mereka tersenyum dipeluk tempurung. Â Bukan plastik atau gelas kaca. Hanya sebuah karya alam yang tercampakkan.
Mereka adalah ceritera tentang perjuangan dan tempaan kehidupan. Tentang samsara yang berbuah nikmat. Tentang menjalani hidup alami, meski siksa namun tenang dengan jubah kesabaran. Bahwa Sang Khalik mengatur, setiap sukses butuh tempaan dan pengorbanan, dan semua akan indah pada waktunya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H