Hari ini di Sitaro negeri 47 pulau. Senja begitu menawan untuk dipeluk. Gawai pun tergoda dan jatuh cinta kepada senja. Sentuhan jemari memenuhi hasrat cinta kepada senja yang sedang menyanyikan kidung perpisahan.
Akupun terlukis dalam gambar bersama kapal yang tenang bersandar di bahu pantai Paseng. Aku berdiri sambil berusaha melukis senyum di kanvas yang mulai lelah. Sementara kapal telah lama melepas lelah, usai mengais rejeki di samudera luas. Di jauh sana, sang senja pun ingin berpamitan usai menemani anak manusia di panggung kehidupan.
Kawanku berkata: "Ayo buatkan puisi tentang senja yang indah di Pantai Paseng."
"Maaf kawan, Aku kehabisan diksi tentang senja." Sahutku.
Dikala senja telah pergi berganti malam, tetiba, kawanku yang lain datang lalu membisikan kata, "Hanya senja yang tahu cara berpamitan dengan indah."
Aku tertegun. Apa artinya bisikan itu? Ah aku ingin bertanya kepada senja tentang cara berpamitan yang indah. Tapi senja telah pergi berganti malam.
Ingin bertanya kepada kapal itu. Tapi dia telah terlelap berselimut sang malam.
Akhirnya, kutatap gawai yang menggambar senja. Memang benar, senja indah saat ingin berpamitan. Sayang, kita sering gagal menikmatinya disaat dia masih ada. Kita terlena, keasikan berlayar dengan kapal yang tak mengerti arti keindahan sang senja. Sementara, kita bukan kapal.
___Sitaro, 250221
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H