Lembar demi lembar buku usang itu kubuka. Tak jua kutemukan kisah tentang senyum pencari keadilan. Hanya lembaran tentang senyum pemerkosa keadilan. Padahal lembaran yang hilang itu baru belajar merangkak. Usai rapuh tertindih dolar, emas dan permata.Â
Lembaran yang hilang itu, baru saja kemarin diperdebatkan. Apakah dia masih layak diperbincangkan ataukah layak diperjualbelikan? Apakah dia masih menjadi sebuah kerinduan yang dapat berwujud ataukah hanya utopia semata? Apakah dia masih layak diperjuangkan ataukah layak diperuangkan?Â
Lembaran yang hilang itu, Â akhirnya kutemukan. Diantara tumpukan sampah. Tetapi dia tetap tersenyum. Heran aku. Mengapa dia tersenyum?Â
"Aku hanya kertas tak berguna. Sampah! Â Aku merindu api yang membakar." Ucapnya lirih.Â
"Lalu aku ingin membakar wajah penguasa dan pengadil hingga memerah. Membakar semangat mereka yang mencintai dan mencariku. Hingga aku hadir dalam nyata."
Lembaran yang hilang itu. Ingin hadir dalam lembaran baru yang berkisah tentang episode senyum lembaran yang hilang bernama; keadilan!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H