Mohon tunggu...
Meidy Y. Tinangon
Meidy Y. Tinangon Mohon Tunggu... Lainnya - Komisioner KPU Sulut | Penikmat Literasi | Verba Volant, Scripta Manent (kata-kata terbang, tulisan abadi)

www.meidytinangon.com| www.pemilu-pilkada.my.id| www.konten-leadership.xyz| www.globalwarming.blogspot.com | www.minahasa.xyz| www.mimbar.blogspot.com|

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Indonesia Butuh Apa?

26 Desember 2020   07:04 Diperbarui: 26 Desember 2020   07:11 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Detik-detik irama sang waktu terus bergulir menggiring kita kepada ruang di ujung tahun. Kisah-kisah penuh ketegangan menjadi bacaan dan tontonan setiap diri membuka jendela hari hingga menutupnya dalam mimpi. Kompetisi, intrik politik, ancaman, kekerasan, konflik, kematian dan covid membelenggu kita di penjara ruang dan waktu bernama ketegangan.

Setiap sudut ruang terperangkap dalam ketegangan.  Ruang nyata, ruang maya, semuanya membuat jantung berdetak kencang. Membuat imun jatuh ke dasar samudera. Pasukan berbaju hazmat memakamkan mereka yang tercinta tanpa upacara ataupun ritual agama. Lalu, Indonesia butuh apa?

Suatu saat di medio 2020, kumasuki sebuah ruang dan lagi-lagi kutemukan mereka yang biasanya ceria dengan nada-nada celotehan, kini tegang tanpa suara, karena masker mengunci mulut.  Mengapa hidup kita tersiksa seperti ini?

Kumatikan lampu di ruangan itu, hingga kegelapan menyelimuti, dan ruang itu makin tegang. Lalu, kunyalakan lampu senter, kemudian kuarahkan cahanya di kepalaku yang botak. 

"Silau ?" tanyaku. 

Dalam sekian detik, mereka tertawa dalam kegelapan, menertawakan kesilauan yang memancar dari kepalaku yang botak itu, lalu ketegangan pun sirna.

Rupanya inilah kebutuhan negeriku Indonesia. Bahwa Indonesia butuh ketawa.  

"silau" [dokpri]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun