Mohon tunggu...
Meidy Y. Tinangon
Meidy Y. Tinangon Mohon Tunggu... Lainnya - Komisioner KPU Sulut | Penikmat Literasi | Verba Volant, Scripta Manent (kata-kata terbang, tulisan abadi)

www.meidytinangon.com| www.pemilu-pilkada.my.id| www.konten-leadership.xyz| www.globalwarming.blogspot.com | www.minahasa.xyz| www.mimbar.blogspot.com|

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Episode Romansa Cinta Putih yang Bermula di Tanah Putih

12 Oktober 2020   23:32 Diperbarui: 12 Oktober 2020   23:45 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanah Putih, kampung kecil di tepi pantai, medio 1999. Desiran ombak di tepian pantai mendendangkan irama merdu. Simfoni indah menyambut insan muda di sebuah episode pencapaian cita dan mungkin juga episode romansa cinta.

Ah, tentang cinta, masa lalu telah menuliskannya dalam jilid-jilid kenangan. Tentang episode yang berakhir suram. Tentang cinta yang tak semanis bahasanya. Tentang cinta yang terbang meninggalkan bekas-bekas sepi dan lara. 

Tanah Putih, aku tak ingin merangkai kisah tentang cinta. Cukuplah tentang cita. Tentang sebuah gelar sarjana untuk masa depan. Tentang sebuah modal selain rupiah. Sebuah modal yang tersimpan di otak. Tak usah memikirkan cinta. 

***

Tetapi cinta memang tak perlu dipikirkan. Karena cinta bukan logika. Ini tentang rasa yang mekar sekehendaknya. Apabila dia hendak datang, maka dia kan datang mencari dan menemukan tempatnya berlabuh. Dia tak memandang musim. Tak memandang status sosial. Tak memandang wujud. Juga, tak memandang usia. Benar kata orang, cinta itu buta.

Di suatu ketika, di Tanah Putih, tetiba tanpa sengaja tatapan mataku terpaku pada tatapan dia yang dihadapanku. Gadis mungil yang ku kenal di Tanah Putih.  Anita Pingkan namanya. Matanya memancarkan sinar ketulusan, sementara senyum di bibirnya menari gemulai. Sinar mata gadis mungil itu menembus jiwa yang sunyi. Getaran demi getaran menari di dalam hati. Ah, mungkin ini hanya mimpi atau khayalan. 

Tanah putih, terus berkisah. Bahwa getaran itu bukan mimpi. Kuberanikan diri menggengam jemarinya. Sentuhan itu semakin menggetarkan jiwa. Hari demi hari menjadi saksi. Dua insan bersambut rasa. Siang dan malam silih berganti mengisahkan sebuah romansa. Tentang cinta putih di Tanah Putih. Tentang putih yang berkibar mengabarkan indahnya sebuah asmara.

***

Hingga suatu ketika, Tanah Putih kami tinggalkan. Namun kisahnya terus mengikuti. Dikisahkannya episode-episode lanjutan sebuah kisah romansa.

Kisah tentang cincin yang melingkar di jemari ketika Oktober 2001 berusia 13 hari. Ikrar putih dikisahkan di sebuah ruang maha kudus.
Kisah tentang nurani dua insan yang mengucap janji sehidup semati. Tentang indahnya perbedaan ketika hati tulus mencinta. 
Kisah tentang buah hati, anugerah terindah dalam hidup. Buah cinta yang bersemi sejak episode romansa cinta putih di Tanah Putih.
Kisah tentang suka dan duka, jatuh bangun kehidupan. Tentang bahtera yang berlayar di lautan, terkadang teduh terkadang bergelombang.
Kisah tentang ujian kepada sebuah ketulusan dan komitmen. Bahwa putih kan tetap putih dalam kemurnian tulus sebuah nurani.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun