Anakku,Â
Bukan Taman Kanak-Kanak, bukan juga play group, bukan PAUD atau sunday school.  Bukan gedung, hanya ruang tak beraturan dan di sana hanya engkau penghuninya. Bukan di desa ataupun kota, hanya di sebuah tempat tak bertaut peta. Anakku, sekolah pertamamu adalah rahim ibumu, disana kau dibentuk dengan cinta dan pengorbanan.Â
Pelajaran pertamamu adalah darah dan daging, perpaduan genetika buah cinta ayah dan bunda. Di sana kau dididik dengan kurikulum kehidupan. Lalu, dari ruang lain, di jaringan yang sama, kau diajarkan tentang ketenangan agar tidak menyakiti bunda yang menahan siksa, agar perilaku tetap terjaga di hari kemudian, dalam tumbuh kembangmu di dunia nyata.
Bundamu, guru pertamamu berucap tanpa kabel telepon apalagi handphone. Tak perlu kuota hanya sentuhan kasih dan bisikan cinta. Dia mengajarmu dengan bahasa kasih dari lubuk hati terdalam. Guru pertamamu itu berusaha menjaga lakonnya dengan segala baik, agar tertular pada embrio yang sedang belajar di ruang sepi. Bahwa buah jatuh tak jauh dari pohonnya.Â
Anakku,Â
Kini kau belajar di sekolah dunia, sekolah kehidupan.
Jangan kau lupa sekolah pertamamu, kurikulum kehidupan dan guru pertamamu.
Jangan kau lupa bahwa kau terlahir oleh cinta, anugerah dan pengorbanan.
Jangan kau lupa bahwa hidup ini adalah proses belajar sepanjang hayat dikandung badan.Â
Jangan kau lupa, bundamu, guru pertamamu,
Yang selalu ada sebagai guru yang abadi
Yang selalu hadir dalam lembut sentuhan kasih
Yang selalu ada dalam susah senangmu
di sepanjang waktu dan zaman yang berubah,
dalam rancangan Sang Pengatur Hidup, Ruang dan Waktu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H