Mohon tunggu...
Meidy Y. Tinangon
Meidy Y. Tinangon Mohon Tunggu... Lainnya - Komisioner KPU Sulut | Penikmat Literasi | Verba Volant, Scripta Manent (kata-kata terbang, tulisan abadi)

www.meidytinangon.com| www.pemilu-pilkada.my.id| www.konten-leadership.xyz| www.globalwarming.blogspot.com | www.minahasa.xyz| www.mimbar.blogspot.com|

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Klimaks Episode Dua Musim

16 September 2020   23:54 Diperbarui: 17 September 2020   00:13 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
wallpaperbetter.com

Kita ada di habitat dua musim
Silih berganti mendarat di bumi
Musim yang dahulu mudah disangka
Namun kini sulit ditebak kapan kan tiba  

Dua musim
Melukis jejak hidup
Dua musim
Pentas episode insani 

Kemarin, kemarau menyelimuti nuranimu
Parasmu terbakar sang mentari yang tak mau bersahabat
Air mata tertumpah, habis, seiring keringnya mata air
Episode penuh kalah, hilang dan duka

Kau tinggalkan jejak-jejak kepedihan di padang gurun
Kau mencari pepohonan sobatmu untuk berteduh yang nyatanya hangus terbakar
Engkau berharap berkah pada angin kering yang hanya membawa debu
Tiada hijau daun atau bunga warna-warni, selain daun kering dan berguguran 

Namun, hari ini tak selamanya mendung itu kelabu
Terguyur engkau basah oleh berkah sang hujan
Air mata sedih berganti dengan air mata haru
Kepada episode penuh kemenangan, suka dan gembira 

Kau tinggalkan jejak-jejak pengharapan di sawah berair yang dahulu kering
Pepohonan tersenyum membawa kesejukan pada insan yang berteduh
Kepada angin, kau titipkan setetes air untuk mereka yang dahaga
Hamparan hijau dan bunga-bunga melukis kisah sukacita 

Cintaku, kita tak tahu episode apa esok hari
Mungkin kemarau, mungkin hujan
Atau mungkin, episode berakhir tanpa kemarau atau hujan
Dan, kita pun berakhir 

Satu hal yang pasti
Setiap episode hidup punya kisah sendiri
Setiap episode punya lakon yang berbeda
Setiap episode punya klimaks yang berbeda 

Kita hanya pelakon
Di atas panggung musim Sang Ilahi
Mainkan peranmu, entah kemarau ataupun hujan
Hingga kau kan tiba pada: klimaks episode dua musim

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun