Mohon tunggu...
Meidy Y. Tinangon
Meidy Y. Tinangon Mohon Tunggu... Lainnya - Komisioner KPU Sulut | Penikmat Literasi | Verba Volant, Scripta Manent (kata-kata terbang, tulisan abadi)

www.meidytinangon.com| www.pemilu-pilkada.my.id| www.konten-leadership.xyz| www.globalwarming.blogspot.com | www.minahasa.xyz| www.mimbar.blogspot.com|

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Seperti Air

11 September 2020   23:06 Diperbarui: 12 September 2020   23:17 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengalirlah seperti air, jalan berliku, alur berbatu, bukan halangan. Terus mengalir dalam aliran optimisme nan cerdas. Dia tahu kemana harus menghindar, menyelinap atau pura-pura tiada mengalir, sementara arus bawah terus bergerak.

Tenanglah seperti air. Diam dengan ekspresi jernih, yang membuat lawan terkecoh. Mereka menganggap diam adalah kekalahan, tanpa menyadari bahwa diam hanyalah sebuah  morfologi sementara anatomi selalu dinamis. Bahwa air beriak tanda tak dalam. Bahwa air tenang, menghanyutkan. 

Beranilah seperi air. Terjun bebas berbuah keindahan. Semakin tinggi terjun tanpa luka, hanya keindahan. Karena dia tahu bahwa terjunnya di jalan benar tarikan gravitasi. Tak perlu berpikir melayang, hanya terjun dan terjun dalam kebebasan dan kebenaran. Sebuah drama keindahan.

Jadilah pahlawan seperti air. Amukan api di sana-sini padam oleh siraman air.  Insan-insan tak berdosa gagal terpanggang oleh panas membara jilatan lidah api. Ada air, yang mengamuk, dibuatnya siuman.

Hiduplah seperti air. Meluruhkan hati yang keras, bukan menyulut api. Larutlah sesendok gula dan kopi di dalam air.  Manis dan pahit, putih dan hitam menyatu dalam damai. Larut dalam sukacita dan tercium aroma cinta, romansa hitam dan putih. Dua kutub saling kontras, simbol kekelaman dan kesucian  larut dalam cinta oleh molekul cair perdamaian.  

Mengamuklah seperti air. Gelombang menghempas keangkuhan. Arus menerpa kesombongan. Bahkan keangkuhan Sang Titanic, habis tersapu gelombang. Air mengamuk namun mampu mereda, lalu kembali memadu cinta, melupa bahwa kemarin ada tsunami. 

Air, mana air? Dia selalu dirindu meskipun kemarin dia mengamuk.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun