Alkisah ...Â
Ada suatu tempat Rumah Bapa bernama surga. Â
Surga mulia tempat Sang Khalik bersemayam.
Surga mulia tempat Tuhanku terangkat naik.
Surga mulia disana Roh Kudus turun ke bumi. Â
Surga mulia disana banyak tempat disiapkan untuk kita. Â
Surga, kesanalah tujuan kekekalan hidup, meski ku tak tahu surga itu persisnya dimana.Â
Yang ku tahu surga itu melampaui langit. Langit di atas langit, namun entah dimana pastinya. Sang astronot melintas langit, tak jua menemukannya. Google Maps, Google Search, GPS pun tak bisa memastikan tempat bernama surga.
Ah, andai bisa ....
     Lalu, diiceritakanlah oleh orang-orang di kolong langit bernama bumi, kata mereka, "surga itu di telapak kaki ibu."
Akupun makin bingung, yang ku tahu surga hanya satu. Jika surga di telapak kaki ibu, mana mungkin Tuhan diam disitu? Terlalu hina untuk Sang Maha Agung. Apakah maksud mereka, ku harus beribu kali mencium telapak kaki ibu, agar kutemukan surga itu?
Bagaimana jika ibu pergi dipanggil duluan mendahului anak-anaknya, haruskah anak-anak mencari ibu tiri atau ibu angkat agar surga ditemukan
Ataukah  telapak kaki ibu, adalah penunjuk jalan ke surga? Jejak-jejak telapak kaki sang ibu yang tulus merawat suami dan anak-anaknya. Entahlah, semoga Ayah tak cemburu karena kakinya bukan tempat surga berada.
      Suatu ketika aku diberitahu seorang ekoteolog-feminis, bahwa bumi rumah kami, adalah ibu semesta. Aku berpikir, jika surga di telapak kaki ibu, dan bumi adalah ibu, dimanakah telapak kaki bumi?  Kaki bumi pasti di bawah, yah disana ada tanah memeluk batu berselimut air. Lalu surga itu persisnya dimana?
Kemudian, aku melihat mayat-mayat korban pandemi dikuburkan di dalam galian lobang di dalam tanah, telapak kaki bumi ibu semesta.
Doa dan harap dinaikan mengiringi  penguburan mereka yang menyatu dengan sang bumi. Dalam doa terselip kata supaya mereka diterima di sisi Sang Khalik. Ah, bukankah itu artinya mereka diharap masuk surga? Tapi, kuburan bukan surga, melainkan tempat perhentian sementara bagi yang meninggal, menanti saat penghakiman tiba.
     Suatu malam, kubaca sebuah ayat dari Kitab Suci:Â
"Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan!  akan masuk  ke dalam Kerajaan Surga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di surga" *)
Akhirnya aku tiba mendekati kesimpulan tentang 1 surga di 3 tempat. Bahwa hanya ada 1 surga nun jauh disana. 2 tempat lain, telapak kaki ibu dan bumi sebagai ibu segala mahluk, Â hanya kiasan penuh makna, hanyalah "surga" untuk mencapai surga sesungguhnya, surga mulia!
Tak semua yang bisa tiba di surga sana, jika di "surga bumi" tidak ikut perintahNya. Perintah itu disampaikan lewat putraNya yang menjadi Manusia yang lahir di bumi, menginjak bumi dan membumi. Perintah itu diteruskan Sang Putra Tunggal pada ibu, orang tua dan diteruskan pada keturunannya, turun temurun. Ah, Setiap orang tua (harusnya) menjadi surga bagi anaknya. Ikutilah jejak telapak kaki orang tua, yang adalah jejak langkah menuju surga!
Sesungguhnya surga dapat kita temukan "tiket"nya di bumi, ibu segala mahluk. Sang Putra Tunggal datang ke bumi ke dalam panggung dunia. Tak seorangpun datang pada Bapa di Surga tanpa ikut jalan Sang Putra, Jalan Kebenaran dan Hidup....
     Berlakulah baik dan bijak, damai dan sejahtera selama menginjak bumi jika kita merindu surga mulia
Sang Putra Tunggal lahir hina mulia, hidup berkarya layaknya manusia. Dia menderita, mati, bangkit, memberkati kita melalui murid-muridnya, lalu naik ke surga, menanti kita disana.Â