Mohon tunggu...
Meidy Y. Tinangon
Meidy Y. Tinangon Mohon Tunggu... Lainnya - Komisioner KPU Sulut | Penikmat Literasi | Verba Volant, Scripta Manent (kata-kata terbang, tulisan abadi)

www.meidytinangon.com| www.pemilu-pilkada.my.id| www.konten-leadership.xyz| www.globalwarming.blogspot.com | www.minahasa.xyz| www.mimbar.blogspot.com|

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Sejumlah Pasar Jadi Klaster "Jual-Beli Gratis" Corona, Mari Fokus Penanganan ke Pasar

18 Mei 2020   19:59 Diperbarui: 19 Mei 2020   15:52 110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
| ilustrasi "Pasar" | from: bali.tribunnews.com | 

Sejumlah Pasar di Indonesia jadi klaster baru penularan atau transmisi virus Corona.  Namun, menutup pasar sangat tak mungkin. Jutaan orang menyambung hidup dari berdagang di pasar. Lagipula, hampir semua orang bergantung dari pasar untuk belanja bahan kebutuhan pokok penyambung hidup. So, apa yang perlu dilakukan?

Rentetan berita media, mengabarkan sejumlah pasar di Indonesia menjadi  klaster baru penyebaran virus Corona.  Pasar-pasar yang diberitakan menjadi klaster baru penyebaran Corona, diantaranya:

Pasar memang menjadi sentra denyut ekonomi rakyat. Proses jual beli terjadi. Para pedagang menggantungkan harapan penyambung hidup dari hasil dagangannya. Masyarakat konsumen menggantungkan pemenuhan kebutuhan pokok, utamanya bahan pangan dari pasar. Pasar identik dengan ekonomi. Pasar hilang, ekonomi lumpuh. Karenanya, di masa pandemi, pasar masih tetap dibuka. 

Namun dalam situasi pandemi Covid-19, pasar akhirnya menjadi lokus transmisi lokal Corona. Hal ini dimungkinkan karena kontak antar pedagang maupun pedagang dan pembeli yang terfasilitasi oleh kurang ketatnya pengaturan protokol kesehatan Covid-19. Akhirnya, selain jual beli bahan dagangan, di pasar terjadi  juga transmisi virus Corona, yang saya bahasakan sebagai: "jual beli gratis Corona".

Kemarin, baik melalui berita media maupun foto dan video yang terpantau di medsos, nampak bagaimana pasar lainnya yang belum terkonfirmasi ada kasus positif melakukan aktivitas seperti biasa, malahan pengunjungnya padat berdesak-desakan, sekalipun rata-rata pengunjung pasar telah menggunakan masker.

Kita  perlu fokus bagaimana menangani pasar.  Saya kira hal yang paling pokok adalah bagaimana membuat pasar tidak padat dan bagaimana physical distancing diterapkan dengan ketat di pasar. Tentunya kebijakan akan bervariasi tergantung kondisi pasar.

Di kota saya, pasar dibuka seminggu 3 kali. Namun, justru menyebabkan penumpukan pengunjung. Sekiranya, perlu dievaluasi dan ditata lagi demi keamanan dan keselamatan bersama untuk terhindar dari sentuhan si super mungil Corona. Mungkin perlu dipikirkan tetap membuka pasar setiap hari, pemilik kios wajib melakukan pengaturan antrian dengan memerhatikan jarak, kemudian masyarakat diminta seminggu sekali saja ke pasar dan jika perlu ada tambahan "pasar darurat" di lokasi kecamatan yang jauh dari pasar induk atau penjadwalan hari belanja menurut desa/kelurahan untuk memecah penumpukan pengunjung pasar.

Regulasi dan kebijakan semata-mata untuk keselamatan rakyat, demikian kata filsuf politik hukum Marcus Cicero, Salus Populi Suprema Lex Esto (keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi). Keselamatan rakyat baik pedagang maupun pembeli harus ditempatkan sebagai tujuan dari pembentukan hukum atau peraturan.  

Mari fokus ke pasar, fokuskan penanganan transmisi virus Corona di pasar baik yang sudah ada kasus positif maupun yang belum. Semoga kita dikaruniakan hikmat untuk menentukan pengaturan terbaik demi kemaslahatan bersama dalam perang melawan Covid-19. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun