Mohon tunggu...
Meidy Y. Tinangon
Meidy Y. Tinangon Mohon Tunggu... Lainnya - Komisioner KPU Sulut | Penikmat Literasi | Verba Volant, Scripta Manent (kata-kata terbang, tulisan abadi)

www.meidytinangon.com| www.pemilu-pilkada.my.id| www.konten-leadership.xyz| www.globalwarming.blogspot.com | www.minahasa.xyz| www.mimbar.blogspot.com|

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Puisi Menembus Sekat Agama, Inilah Indonesia yang Dicita-citakan Itu!

3 Mei 2020   12:57 Diperbarui: 3 Mei 2020   13:53 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tangkapan Layar Postingan Facebook || Dokpri


Instagram-IGTV || Meidy _ Y_Tinangon 

Tadi pagi, menerima kiriman video dari rekan sekerja yang juga seniman penyair, namanya Jamal Rahman Iroth, seorang muslim yang taat. Video tersebut berisi rekaman ketika sobat seniman yang juga Ketua KPU Kabupaten Bolaang Mongondow Timur tersebut membacakan puisi saya berjudul "Pesta Kami, Duka Sang Raja", yang sempat tayang di kompasiana.com (Klik disini untuk membacanya). Kiriman video di group kami tersebut, diiringi kata: "Ampuni Kami ya Raja Kami.... Happy Sunday, teman-teman..."

Sejujurnya, puisi tersebut berlatar belakang refleksi kehidupan pada umumnya namun dengan basic pemahaman teologis sesuai agama yang saya anut, Kristen Protestan. Hal ini nampak dalam penggunaan diksi/pilihan kata "Sang Raja", yang menunjuk pada Tuhan, Raja di atas segala raja.

Usai menonton video tersebut, rasa haru merasuk diri. Terkesan dengan hasil pembacaan puisi karya sendiri. Indah didengar dan makin bermakna, apalagi yang membaca adalah ahlinya. 

Berulang kali video itu saya tonton kembali, makin terkesan saya, ketika tersadar yang membaca puisi dalam rekaman video termasuk yang mengirimkannya adalah rekan saya Jamal, seorang muslim yang taat. Rekaman tersebut kemudian saya upload ke akun facebook dan Instagram saya.

Ah, indahnya ketika seni menembus sekat agama. Seni pada umumnya, khususnya seni puisi, adalah ekspresi diri yang tak bisa dipungkiri dapat dipengaruhi oleh pemahaman-pemahaman ideologis seniman. Namun dalam amatan saya, bagi seniman pada umumnya ideologi-ideologi termasuk kepercayaan agama bukan alasan untuk menjadi sekat pemisah dalam hidup kemanusiaan dan dalam menikmati karya seni. 

Urusan keyakinan adalah urusan pribadi, sementara karya seni universal dan go public, dia bebas dinikmati siapa saja. Sama halnya dengan buku. Sekalipun buku tentang agama tertentu, namun pembacanya tidak dapat dibatasi oleh sekat agama. 

Termasuk juga menulis sebagai seni, tak bisa dibatasi pembacanya oleh sekat agama. Hal ini nampak di kompasiana, ketika saya membaca tulisan tentang makna Ramadhan atau teman-taman saya kompasianer membaca beberapa tulisan saya dengan latar belakang kisah dalam ke-Kristenan. Kami tetap menikmati, bahkan memberi rating dan komentar. Indahnya hidup dalam perbedaan.

Bagi saya Indonesia yang agamais seperti inilah yang diidam-idamkan. Perbedaan agama tidak menjadi soal untuk hidup berdampingan dan saling berbagi, tentu saja dengan saling menghargai diantara pemeluk agama yang berbeda. Agama sesungguhnya adalah keyakinan pribadi dan hubungan pribadi antara penganut agama tertentu dengan Tuhan. 

Ketika keyakinan dan ajaran mewujud dalam tindakan keseharian, maka keyakinan tersebut tidak menjadi sekat pemisah , namun menjadi kekuatan perekat, ketika ada saling menghargai, saling mengasihi, saling mengerti, toleransi dan komunikasi antara sesama pemeluk agama yang pluralistik itu.

Dan, nilai-nilai hidup dalam keberagaman itu, dapat kita petik dari dunia seni, seperti kisah saya hari ini, ketika karya seni, puisi, menembus batas sekat perbedaan agama dan melukis kisah visioner para pendiri bangsa tentang Indonesia yang dicita-citakan. Ah, indahnya ber-Indonesia.

Selamat menunaikan ibadah puasa bagi saudara-saudaraku umat muslim.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun