Mohon tunggu...
Meidy Y. Tinangon
Meidy Y. Tinangon Mohon Tunggu... Lainnya - Komisioner KPU Sulut | Penikmat Literasi | Verba Volant, Scripta Manent (kata-kata terbang, tulisan abadi)

www.meidytinangon.com| www.pemilu-pilkada.my.id| www.konten-leadership.xyz| www.globalwarming.blogspot.com | www.minahasa.xyz| www.mimbar.blogspot.com|

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Bukan Soal Penyair Lama atau Baru, Puisi Disukai Karena 3 Hal Ini

29 April 2020   12:56 Diperbarui: 29 April 2020   14:26 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
| "i love poetry" | qvcc.edu |  

Rubrik Topik Pilihan Kompasiana: "Hari Puisi Nasional" mengajukan  pertanyaan yang memang sengaja memancing nalar Kompasianer. Pertanyaan itu adalah: puisi seperti apa yang Kompasianer suka dan kenapa? Apakah puisi-puisi tersebut ditulis oleh penyair lama atau baru? 

Sebagai seorang Kompasianer, penikmat setiap untaian kata indah dalam puisi-puisi yang ditayangkan di Kompasiana, saya tertarik memberikan pendapat saya.

Bagi saya, sebuah puisi disukai  bukan soal penyairnya, lama atau baru.  Hal itu akan mempersempit peluang dinikmatinya puisi-puisi indah yang tak terbatas oleh identitas atau kategorisasi lama dan baru dari seorang penyair. Bukan berarti tidak ada faktor dari diri si penyair lama dan baru yang menyebabkan puisi itu disukai, tetapi saya melihat dari perspektif daya tarik dalam proses 'suka' atau 'menyukai' bahkan 'menikmati' dan 'mencintai',  ketika puisi itu ditawarkan dihadapan pembaca atau calon pembaca, atau katakanlah konsumen puisi atau penikmat puisi.  Disamping itu, sebuah karya seni tak lepas dari aspek estetika atau keindahannya serta aspek kemanfaatannya.

Menurut saya, ada 3 hal yang membuat puisi itu disukai yaitu: disukai untuk dibaca, disukai saat dibaca dan disukai setelah dibaca.  Tiga faktor proses ini saya namakan '3 suka' dalam proses pembacaan puisi. 

Berikut saya uraikan.

  1. Disukai untuk dibaca.  Ini soal proses awal yang menentukan apakah pembaca akan melanjutkan membaca puisi tersebut atau tidak. Nah, sebagaimana tulisan-tulisan lainnya,  awal jatuh cintanya pembaca terhadap sebuah puisi adalah judulnya. Judul yang menarik akan menentukan suka-tidaknya pembaca melanjutkan pembacaan terhadap sebuah puisi.  Di Kompasiana, dalam sehari bisa lebih dari 100 puisi  yang tayang. Dalam 1 menit saja, bisa mencapai 5 puisi. Saya sering memelototi rubrik  'terbaru',   5 karya puisi tercantum keterangan '1 menit lalu'. Bagaimana kalau konsisten setiap menit 5 puisi?  Yang saya mau katakan disini adalah, pembaca Kompasiana yang umum, dengan banyaknya pilihan bacaan, tak mungkin akan membaca dan menyukai semua puisi. Pembaca akan melihat judul. Apakah judulnya menarik, menantang, menyentuh atau berhubungan dengan si pembaca.
  2. Disukai saat membaca.  Setelah membaca judul puisi dan memutuskan untuk membaca isi dari puisi tersebut, pembaca bisa saja tidak melanjutkan membaca. Bisa karena susah memahami pilihan kata dan gaya bahasa atau tidak suka dengan pilihan kata dan gaya bahasa. Jika demikian maka putuslah jalinan 'percintaan' antara pembaca dengan puisi yang sementara dibaca. Isi dari puisi, termasuk pilihan kata dan gaya bahasa akan menentukan suka tidaknya pembaca dalam tahap ini.
  3. Disukai setelah membaca. Jika pembaca telah selesai membaca puisi maka akan ada efek yang ditimbulkan. Efek tersebut adalah kepuasan yang menumbuhkan kecintaan atau suka yang paripurna terhadap karya puisi. Kepuasan tersebut karena pembaca merasakan kemanfaatan ketika tuntas membaca sebuah puisi. Kemanfaatan dapat berwujud perasaan dan inspirasi, dan dapat berlanjut untuk memanfaatkan puisi tersebut misalnya, menjadi bahan yang akan dibacakan dalam suatu momentum, menjadi bahan yang di-share ke sosial media atau menjadi bahan kutipan dalam tulisan lainnya, hingga menjadi 'batu pijakan' untuk karya tulis lainnya baik puisi maupun bentuk tulisan lainnya.  

Demikian pendapat saya, berdasarkan pengalaman saya menikmati, mendapatkan inspirasi untuk karya saya dan membagikan puisi Kompasianer yang bisa bermanfaat untuk orang lain. Lebih kurangnya, mohon maaf. Ini hanya opini saya. Bukan sebuah teori atau postulat.

Selamat Hari Puisi. Semangat berkarya untuk para penyair Indonesia dan teruslah menginspirasi!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun