Mohon tunggu...
Meidita Andrilia
Meidita Andrilia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Dosen : Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak II Nama: Meidita Andrilia II NIM: 55521110042 II Magister Akuntansi Universitas Mercu Buana

Dosen : Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak II Nama: Meidita Andrilia II NIM: 55521110042 II Magister Akuntansi Universitas Mercu Buana

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Kuis 08_Pemeriksaan Berdasarkan Pasal 17 C UU KUP

25 Oktober 2022   09:27 Diperbarui: 25 Oktober 2022   09:37 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika seorang individu atau perusahaan melaporkan pajak mereka, tidak jarang terjadi kesalahan pelaporan. Contohnya adalah kesalahan dalam perhitungan pajak yang harus dibayar atau terutang, atau mungkin wajib pajak yang tidak begitu memahami peraturan terkait pajak yang harus dibayar.
Beberapa kesalahan ini menyebabkan jumlah pajak yang dibayarkan menjadi lebih tinggi dari yang seharusnya. Wajib Pajak (orang pribadi dan badan hukum) berhak meminta pengembalian atas kelebihan pembayaran ini. Ini disebut pengembalian pajak atau restitusi pajak. Hal ini adalah hal yang biasa terjadi pada sistem perpajakan Indonesia. Secara data, tahun 2021 hingga Februari 2022 Dirjen Pajak melaporkan realisasi pengembalian pajak sebesar Rp.36,11 triliun.
Dari 36,11 triliun, restitusi paling banyak terjadi untuk jenis pajak Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25/29 Badan. Restitusi yang terjadi untuk jenis pajak PPN dalam negeri adalah sebesar Rp.29,1 triliun. Sedangkan untuk PPh Pasal 25/29 adalah sebesar Rp.5,15 triliun.

Definisi Restitusi Pajak
Definisi restitusi pajak diatur dan ditentukan dalam Pasal 17 Undang-Undang KUP. Pengembalian pajak didefinisikan oleh undang-undang sebagai sebagai permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang dilakukan oleh WP kepada negara, yang merupakan hak bagi wajib pajak. Artinya, negara akan mengembalikan atau mengganti pajak tambahan yang dibayarkan.
Hak restitusi timbul apabila dalam Surat Pemberitahuan (SPT) terdapat kelebihan pembayaran atau terdapat kesalahan dalam pemotongan pajak penghasilan yang menyebabkan kelebihan pembayaran pajak. Pengembalian pajak dapat dilakukan meskipun pajak yang seharusnya tidak terutang telah dibayar. Restitusi pajak bisa dilakukan setelah wajib pajak mengajukan permohonan kepada Dirjen Pajak.
Perintah pengembalian pajak ini merupakan upaya pemerintah untuk menciptakan sistem perpajakan yang dapat diterima. Pengumuman pembayaran pajak tambahan ini menunjukkan upaya pemerintah untuk memenuhi kepercayaan wajib pajak.

Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak (Pasal 17 C UU KUP)
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menyederhanakan dan mempercepat prosedur pengembalian uang muka bagi Wajib Pajak terpilih yang memenuhi kriteria tertentu, persyaratan tertentu atau PKP berisiko rendah.
Tahap pengembalian kelebihan pajak atau pengembalian uang muka dipersingkat hanya dengan melakukan pemeriksaan administrasi sederhana. Tujuan pemeriksaan yang dilakukan DJP hanya untuk memeriksa kebenaran jumlah pajak yang ditulis dan dihitung; kelengkapan bukti pemotongan atau Surat Tagihan Pajak (PPh) yang dikreditkan; dan PPN Masukan yang dikreditkan dan/atau dibayar oleh Wajib Pajak sendiri.
Oleh karena itu, pelunasan sebelumnya diperbolehkan untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) sampai dengan 3 (tiga) bulan, menurut jenis pajak dan kriteria Wajib Pajak, lebih pendek dari sebelumnya, yang dapat berlangsung paling lama 1 (satu) tahun.
Namun ini tidak berarti pemeriksaan menjadi tidak ada, tetapi akan ditunda setelah restitusi pendahuluan dikeluarkan. Dengan demikian, tidak menghilangkan akibat sanksi administrasi berupa kenaikan dasar ketetapan pajak sebesar 100%, jika ditentukan berdasarkan hasil pemeriksaan terdapat kekurangan pembayaran pajak.
Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak, yang mulai berlaku pada 12 April 2018.

Wajib Pajak Kriteria Tertentu
PMK nomor 74/PMK.03/2012 mengatur tentang Tata Cara Penetapan dan Pencabutan Penetapan Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu Dalam Rangka Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak. Terdapat beberapa perubahan dalam ketentuan restitusi pendahuluan untuk Wajib Pajak Kriteria Tertentu.
Dahulu, status wajib pajak kriteria tertentu ditentukan oleh permohonan wajib pajak, atau bisa juga berdasarkan keputusan direktur pajak sendiri melalui penetapan secara jabatan. Dalam peraturan baru, penetapan  hanya didasarkan pada permohonan wajib pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat.
Mekanisme pengajuan permohonan dan penetapan Wajib Pajak kriteria tertentu tetap sama, yaitu pengajuan paling lambat tanggal 10 Januari dan persetujuan/penolakan yang dilakukan oleh DJP adalah paling lambat 1 bulan setelah pengajuan.
Keputusan untuk menetapkan Wajib Pajak kriteria tertentu berlaku sejak tanggal penetapan sampai dengan dicabutnya penetapan tersebut oleh Dirjen Pajak. Hal ini tidak sama dengan peraturan yang sebelumnya dimana masa berlaku keputusan penetapan Wajib Pajak kriteria tertentu dibatasi hanya untuk 2 tahun kalender.
Jika WP lolos pada tahap pemeriksaan dan perhitungan jumlah kelebihan pembayaran pajak sudah sesuai, Dirjen pajak menerbitkan SKPPKP untuk jenis pajak PPh paling lama 3 (tiga) bulan  atau untuk jenis pajak PPN adalah 1 (satu) bulan. Apabila tanggapan dari DJP atau penerbitan SKPPKP melebihi batas waktu yang telah ditetapkan maka permohonan restitusi pendahuluan dianggap dipenuhi.

Wajib Pajak Persyaratan Tertentu
Dalam tata cara restitusi pendahuluan bagi Wajib Pajak yang  memenuhi persyaratan tertentu, tata cara penetapannya hampir mirip dengan Wajib Pajak Kriteria Tertentu. Namun, terdapat perubahan batas nilai maksimum kelebihan pembayaran yang dapat dikembalikan.
Dalam hal wajib pajak orang pribadi yang melakukan pekerjaan bebas ataupun menjalankan usaha, jumlah lebih bayar pajak yang akan dikembalikan ditingkatkan dari yang sebelumnya paling banyak adalah 10 juta, menjadi paling banyak 100 juta. Sementara itu, bagi wajib pajak badan, jumlah kelebihan pembayaran pajak yang dapat dikembalikan adalah maksimal 1 milyar, yang mana sebelumnya hanya maksimal 100 juta. Demikian pula untuk PKP  berisiko rendah, kelebihan pembayaran yang dapat dikembalikan meningkat dari maksimal Rp.100 juta menjadi maksimal Rp.1 miliar.
Jangka waktu penerbitan SKPPKP bagi Wajib Pajak yang memiliki persyaratan tertentu masih mengikuti peraturan yang lama, yaitu paling lama 15 (lima belas) hari kerja untuk restitusi pendahuluan PPh OP; 1 (satu) bulan untuk pengembalian pendahuluan PPh wajib pajak badan, dan 1 (satu) bulan untuk restitusi PPN. Apabila tenggat waktu tersebut terlampaui tanpa  pemberitahuan, permintaan Wajib Pajak tersebut otomatis dianggap terpenuhi dan DJP wajib menerbitkan SKPPKP.

PKP Berisiko Rendah
PKP yang didefinisikan sebagai PKP berisiko rendah didasarkan pada permohonan yang diajukan sebelumnya, dimana dapat diberikan pengembalian pendahuluan lebih bayar PPN  di setiap masa pajak.
Kriteria PKP berisiko rendah yang bisa mengajukan permohonan atas restitusi pendahuluan diperluas dengan menambahkan kriteria bagi perusahaan yang tergabung dalam mitra utama kepabeanan dan perusahaan yang ditunjuk sebagai operator ekonomi bersertifikat. Dalam membuktikan statusnya, PKP mitra utama masing-masing wajib melampirkan surat penunjukan atau penetapan sebagai mitra utama kepabeanan dan sertifikat kontraktor bersertifikat pada saat mengajukan permohonan.
Restitusi PPN pendahuluan juga dapat diberikan kepada produsen atau produsen yang memiliki tempat produksi; atau PKP yang melakukan restitusi PPN dengan nilai maksimal Rp.1 miliar dalam SPT.
Pada peraturan PMK No. 71/PMK.03/2010 tentang Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah Yang Diberikan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak salah satu kriteria PKP berisiko rendah yang bisa diberikan restitusi pendahuluan adalah Perusahaan Tbk dengan jumlah saham paling sedikit 40% yang diperdagangkan di BEI. Sedangkan, pada PMK Nomor 39/PMK.03/2018, kriteria tersebut diatas diubah menjadi "perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek di Indonesia", dimana perubahan tersebut ada pada tidak adanya batas minimal saham yang diperdagangkan.
Selain itu, persyaratan PKP produsen akan dihapus, yang menurutnya nilai barang kena pajak yang dijual pada tahun sebelumnya setidaknya 75% adalah hasil dari produksi sendiri. Selain itu, persyaratan opini WTP berdasarkan hasil pemeriksaan akuntan publik selama 2 (dua) tahun terakhir dikecualikan dari ketentuan restitusi pendahuluan PPN yang baru.
Secara khusus PKP berisiko rendah yang mengajukan permohonan restitusi PPN pendahuluan, akan dilakukan dua tahap penelitian oleh DJP. Pertama, memastikan masa berlaku status PKP berisiko rendah yang mana penelitian yang dilakukan adalah penelitian kewajiban formal; PKP tidak diperiksa untuk bukti permulaan dan/atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan; dan PKP tidak pernah dihukum karena tindak pidana perpajakan dalam  waktu 5 (lima) tahun terakhir berdasarkan putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.
Kedua, Dirjen Pajak melakukan penelitian tambahan untuk memastikan kebenaran pelaporan dan perhitungan pajak; PKP yang membuat Faktur Pajak menyatakan pajak masukan yang dikreditkan dalam SPT Masa PPN; dan telah dilakukan validasi atas pajak masukan yang dibayar sendiri dengan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN).
Jika sesuai dengan hasil pemeriksaan, kewajiban formal PKP telah dipenuhi dan pajak yang telah dibayar lebih banyak, Dirjen Pajak  menerbitkan SKPPKP selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah permohonan diterima. Jika melebihi waktu tersebut, maka permohonan PKP dianggap disetujui.

Pencabutan Status
DJP dapat membatalkan atau mencabut status Wajib Pajak Kriteria Tertentu; wajib pajak dengan persyaratan tertentu; atau PKP berisiko rendah, apabila Wajib Pajak sudah tidak memenuhi persyaratan yang dipersyaratkan. Yaitu berupa terlambat melaporkan SPT Tahunan dan/atau SPT masa atau terlibat dalam perkara tindak pidana perpajakan yang mengarah pada pemeriksaan bukti permulaan atau penyidikan.

Tahapan Restitusi Pajak
Sebagaimana telah disebutkan, restitusi pajak bisa dilakukan dengan dua syarat, yaitu adanya pajak yang lebih dibayar dan terdapat pembayaran pajak yang memang tidak terutang.
Dengan dua syarat ini, wajib pajak orang pribadi maupun badan dapat meminta pengembalian. Terkait permohonan pengembalian yang dimohonkan oleh wajib pajak tertentu ini, Dirjen Pajak menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP).
Apabila Wajib Pajak telah memenuhi persyaratan yang diatur oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP), maka SKPPKP dapat diterbitkan. Persyaratan tersebut misalnya:
a.Kelengkapan surat pemberitahuan beserta lampiran.
b.Ketepatan penulisan dan penghitungan pajak.
c.Validitas kredit pajak/pajak masukan yang didasarkan pada sistem aplikasi DJP.
d.Kebenaran pajak yang dibayarkan oleh wajib pajak.

Setelah SKPPKP diterbitkan, otoritas pajak menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak Tambahan (SPMKP). SPMKP adalah surat perintah dari kepala KPP yang diterbitkan kepada KPPN untuk menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D).
Tergantung pada jenis pajaknya, terdapat tiga mekanisme yang digunakan untuk mengembalikan kelebihan pajak hingga SPMKP diterbitkan.
1. PPh Orang Pribadi
Untuk menerima pengembalian pajak, Wajib Pajak orang pribadi harus melaporkan SPT PPh secara langsung kepada KPP atau melalui pengisian elektronik. Dalam hal terjadi kelebihan pembayaran pajak, Wajib Pajak dapat meminta pengembalian dengan tahapan sebagai berikut:
a.Mengirimkan permohonan pengembalian ke KPP dengan mengisi kolom pengembalian pendahuluan dalam pelaporan pajak penghasilan tahunan.
b.Dirjen Pajak kemudian  menerbitkan SKPPKP. Lamanya proses pengajuan sampai dengan penerbitan SKPPKP yaitu 15 hari kerja.
c.Wajib pajak kemudian mengirimkan rekening dalam negeri kepada KPP atas nama pribadinya, dengan atau tanpa surat dari kantor pajak.
d.DJP  menerbitkan SPMKP dan wajib pajak menerima tembusannya.
e.Kelebihan dari pajak yang dibayar akan ditransfer ke nomor rekening wajib pajak.
f.Total waktu yang dibutuhkan untuk Wajib Pajak menerima SPMKP adalah 30 hari.

2. PPh Badan
Wajib pajak badan yang sebelumnya telah melaporkan surat pemberitahuan pajak penghasilan badan tahunan dengan perhitungan yang sesuai dengan cara langsung ke KPP atau e-Filing dapat meminta pengembalian pajak yang lebih dibayar jika terjadi kelebihan pembayaran.
Langkah-langkah atau tahapan pengembalian kelebihan adalah sebagai berikut:
a.Mengajukan permohonan pengembalian dengan mengisi kolom pengembalian pendahuluan pada saat melaporkan surat pemberitahuan tahunan PPh badan.
b.Wajib Pajak menerima SKPPKP setelah DJP menelaah dokumen yang disampaikan.
c.Lamanya proses sampai dengan Wajib Pajak menerima SKPPKP adalah satu bulan.
d.Wajib Pajak mengirimkan rekening wajib pajak ke KPP dengan atau tanpa surat dari kantor pajak.
e.Dirjen Pajak menerbitkan SPMKP dan wajib pajak menerima tembusannya.
f.Kelebihan dari pajak yang dibayar akan ditransfer ke nomor rekening wajib pajak.
g.Lama nya waktu yang dibutuhkan untuk Wajib Pajak menerima SPMKP adalah 30 (tiga puluh) hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun