Mohon tunggu...
Lilin
Lilin Mohon Tunggu... Wiraswasta - Perempuan

Perempuan penyuka sepi ini mulai senang membaca dan menulis semenjak pertama kali mengenal A,I,u,e,o

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Kisah Senja dan Merah di Ujung Sigaret

2 Desember 2021   16:48 Diperbarui: 2 Desember 2021   16:53 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sudah berlinting-linting sigaret, kita remas menjadi abu. Asap putih membumbung ke langit-langit. Putung tergeletak pilu, di antara gelak tawa kita memasak air mata. 

Senja yang indah, Sayang. Dan kulihat camar kebingungan, nampak lepas namun tergantung di kelam matamu. Dari tatapan itu berlompatan wajah bocah bermain gundu ke perlintasan rel kereta yang panjang. Sekali lagi kubaca gurat gelisah, menggambarkan dua wajah sama yang saling melupakan. 

"Pulanglah .... Air sepersusuan masih lebih asin dari buih gelombang kehidupan, Za."

 Aku tak begitu bodoh, Sayang. Sampai tak mengenali warna merah di ujung sigaret dengan luka yang berdarah, bekas sobekan perpisahan. Lagi-lagi sepi menghampiri sunyi. Sekali lagi aku tidak begitu bodoh menangkap gusar yang kau sembunyikan dibalik tembok bisu senja ini. "Berkeluhlah ...." 

Surabaya, Desember 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun