Mohon tunggu...
meida embrianto
meida embrianto Mohon Tunggu... Akuntan - blog pribadi

Seorang pelamun di tengah keramaian dunia.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kerja Di Mana?

27 Agustus 2014   17:50 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:23 5
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Seorang Bapak sedang menerima dua orang yang ingin melamar putrinya yang cantik jelita somolohe bak artis-artis goyang dangdut. Kedua orang pemuda yang melamar ini sama-sama baru ditemuinya dan dia tidak mengenal background keduanya. Dan bertanyalah sang bapak kepada kedua pemuda tersebut, dengan pertanyaan yang sangat akrab di telinga kita, "Kerja di mana?"

Pemuda pertama pun dengan bangga menjawab, "Saya kerja di Dinas Pendapatan pak". Sang bapak pun termangut-mangut, pokoknya masa depan cerah nih pemuda soalnya di "pegawai" katanya dalam hati. Pemuda kedua juga menjawab, "Saya kerja di warnet Pak, sebelah masjid". Sang Bapak langsung melirik sinis, ah macam penjaga warnet saja kau berani lamar putriku katanya dalam hati.

Dan akhirnya sang Bapak pun menerima lamaran pemuda pertama dan sampai pada pernikahan. Setelah selesai menikah dan hidup berumah tangga sendiri, sang Bapak kemudian mendatangi kantor Dinas Pendapatan untuk mencari menantunya. Di dapatinya sang mantu tidak berada di ruangan kerja tapi di dapur, sambil memegang sapu. Dia pun bertanya pada menantunya, mengapa memegang sapu dan tidak memegang bolpoin. Sang mantu menjawab, tugas dia memang memegang sapu karena dia seorang OB di Dinas Pendapatan itu. Sang Bapak pun terkejut. Dengan perasaan hancur berkeping-keping sang Bapak pun pulang. Bagaimana tidak, terlanjur dia membanggakan menantunya sebagai "pegawai" di Dinas Pendapatan yang nyatanya bukan. Saat di jalan, sang Bapak pun galau dan ingin update status di facebook. Mampirlah dia di warnet sebelah masjid. Sampai di warnet, dia bertemu dengan Pemuda kedua yang dulu. Dilihatnya sang pemuda keluar dari Honda Mobilio putih, kemudian masuk warnet dan mendatangi kasir, melihat catatan kasir dan kemudian seakan memberi instruksi. Sang Bapak pun bertanya kepada pemuda kedua tadi, "Di warnet ini sampean kerja apa mas?". Sang pemuda kedua pun menjawab " Oh saya yang punya pak, kebetulan ini waktunya saya untuk mengambil setoran". Sang Bapak pun tertegun, ah seandainya dia tidak meremehkan. Sang Pemuda kedua tadi pun pergi, dia pamit karena harus mengambil setoran sepuluh warnetnya lagi. Sang Bapak pun langsung jatuh pingsan.

Cerita tersebut adalah fiksi saya sendiri. Tapi cerita tersebut adalah hasil pengamatan saya pada situasi di masyarakat Indonesia kebanyakan. Coba anda ingat, berapa kali anda ditanya "kerja dimana?" oleh orang yang baru mengenal anda, daripada ditanya "apa pekerjaan anda?'. Hal ini karena mindset orang Indonesia bahwa "kerja" memerlukan "tempat" atau "kantor" dalam hal ini adalah instansi/badan yang menaungi seseorang bekerja. Inilah yang membuat mental orang Indonesia akhirnya menjadi mental buruh atau mental pegawai dan tidak akan pernah menjadi mental enterpreneur seperti yang diharapkan para motivator. Bagi orang Indonesia prestise diukur dari semakin kerennya badan atau instansi dimana dia bekerja bukan dari apa yang dia kerjakan secara personal.

Coba bandingkan dengan di negara yang sudah well developed. Saya jarang sekali menemui mereka bertanya, "Where do you work?". Paling sering saya dengar, "Do you have a job?" "What is your job?" atau "What do you do for living?". Dari cara mereka bertanya, sudah terlihat bahwa mereka sangat menghargai individu dan bukan "tempatnya".  Dari pertanyaan tersebut, tentunya akan di jawab dengan menonjolkan profil pribadinya misalnya "I am accountant, and I work for local governement" atau "I am a traveller writer and I have published 3 books" atau "I am a magician and I have my own show every saturday night"

Dari cara bertanya yang sebenarnya menurut saya "keliru", akhirnya masyarakat Indonesia banyak yang keliru dalam memahami konsep "pekerjaan", "profesi", dan "karir". Menurut pengamatan saya, banyak orang Indonesia beranggapan, pekerjaan atau profesi itu apabila sifatnya tetap dan memiliki "badan" untuk bernaung seperti PNS atau pegawai BUMN dan karir adalah tingkatan jenjang dalam instansi itu.

Padahal bila kita browsing pada sumber-sumber yang berasal dari negara-negara "well developed" mereka sangat jelas sekali membedakan ketiga hal tersebut dan tidak harus selalu terikat dengan "badan" atau "instansi". Secara sederhanya, saya melihat mereka mengartikan pekerjaan adalah sesuatu yang mereka kerjakan untuk menghasilkan penghasilan yang dapat digunakan. Sedangkan profesi adalah pekerjaan yang memberikan benefit bagi masyarakat luas dan bersifat professional yang diatur dengan etika dan aturan tertentu. Sedangkan karir adalah keseluruhan perjalanan hidup kita dalam menggapai "passion" atau menjalani pekerjaan kita.

Seandainya masyarakat Indonesia kebanyakan memahami dengan baik bahwa bekerja itu tidak harus "ngantor" atau berdinas, tentunya tidak akan banyak stigma buruk di masyarakat terhadap orang-orang yang memilih bekerja secara "tidak umum", tidak akan ada tanggapan buruk terhadap seseorang yang keluar dari PNS hanya karena dia ingin menekuni menjadi seorang pelukis, atau tidak perlu orang tua memaksakan anaknya mengikuti tes CPNS setelah lulus kuliah hanya agar dianggap "sukses". Setiap orang tentu akan dihargai hak individunya untuk menjadi apa pun yang dia mau dan apa yang dia inginkan, selama bermanfaat bagi dirinya, keluarganya dan orang di sekitarnya.

Tapi memang rasanya sangat aneh, bertanya "Sekarang lu kerja apa?" pada orang lain. Anggapan masyarakat kita hal itu terdengar tidak sopan. Saya pernah bertanya demikian pada seseorang yang telah lama tidak saya temui, dan sengaja tidak bertanya kerja dimana. Apa yang saya dapatkan? Saya dimaki teman saya, "Lu kira gua gak bisa ngapa-ngapain? kok lu tanyanya kerja apa? gak sekalian kerja apaan?"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun