Mohon tunggu...
Meicky Shoreamanis Panggabean
Meicky Shoreamanis Panggabean Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis biografi BTP dan Munir

www.gurupenulis.weebly.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Surat Terbuka Untuk Bapak Doktor Emrus Sihombing Mengenai Ahok vs DPRD (http://www.islamtoleran.com/surat-terbuka-untuk-bapak-doktor-emrus-sihombing-terkait-kisruh-ahok-vs-dprd/)

27 Maret 2015   17:09 Diperbarui: 17 Juni 2015   08:55 2724
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pak Emrus,

Ijinkan saya untuk menulis surat ini ke Bapak. Topik yang  Bapak bahas adalah Ahok vs DPRD. Topik ini  menyita perhatian rakyat di tingkat nasional walau kejadian sesungguhnya hanya berskala regional. Topik ini menyangkut  kesejahteraan orang banyak  dan bukan urusan pribadi. Oleh karena itu, saya memilih jalur surat terbuka.

Pak,

Ada beberapa pendapat Bapak yang membingungkan. Saya ngga tau  kenapa saya bingung, mungkin  karena logika saya yang ngga bisa menggapai otak seorang doktor atau  mungkin  karena hati nurani saya dan hati nurani Bapak bekerja dengan cara berbeda. Saya punya beberapa pertanyaan dan sebagai seseorang yang dianggap pakar dan bekerja di sebuah institusi yang lekat dengan nilai melayani sesama, Bapak semoga tak keberatan menanggapi surat ini.

Begini Pak,

Saya setuju bahwa Ahok tak pantas melontarkan ‘bahasa toilet’ dan setuju bahwa itu akan terekam dalam sejarah. Namun saya bingung, kenapa  Bapak tak menyampaikan kepada DPRD  bahwa teriakan   anj*ng, Cina, dan ban*sat  kepada Ahok juga akan terekam sejarah ?

Bapak juga berkata, "… Ketika kita berucap, maka itu tidak bisa ditarik lagi. Pesan yang dilontarkan selalu berbekas, terutama bagi khalayak yang diserang”. Bagaimana dengan pesan yang disampaikan anggota dewan ? Kenapa itu tidak Bapak bahas ?  Bapak juga bilang,"Manusia mungkin marah lihat penyimpangan sosial, tetapi harus tetap disampaikan dengan garis etika”. Lalu Bapak berkomentar,”Jangankan jadi gubernur, Ahok jadi suami saja di rumah tak pantas”… Apakah etis bicara demikian ? Bukankah hak prerogatif Veronica Tan untuk menyatakan hal itu ?

Pak Emrus,

Kurang dari 24 jam Ahok minta maaf secara terbuka  melalui wartawan saat diwawancara dan juga lewat Twitter namun sampai hari ini belum satu pun anggota DPRD yang mengaku bahwa dirinyalah yang berteriak anj*ng dan ban*sat. Bapak tahu itu ? Saya tanyakan hal ini karena Bapak sibuk sekali mengatakan bahwa Ahok tak tahu “etika”. Bisa tolong jelaskan kenapa Bapak berkonsentrasi mengeluh tentang gaya komunikasi Ahok, yang sedemikian emosionalnya  mempertahankan uang rakyat hingga memaki-maki koruptor, dan menutup mata terhadap gaya komunikasi DPRD yang memaki karena marah kesempatannya membeli UPS milyaran ditutup Ahok ?  Bapak terus mengkritik makian Ahok (yang bagi saya sangat kasar namun di kalangan sebagian anak muda, makian itu biasa dilontarkan sambil cengengesan) dan menutup telinga terhadap makian angota dewan yang bernuansa rasis. Sebaiknya alat ukur yang Bapak gunakan saat menilai Ahok, yaitu pilihan kata yang bersih, Bapak gunakan juga ketika menilai DPRD.

Pak,

Bapak katakan bahwa ucapan kasar Ahok lebih berbahaya daripada korupsi. Bukankah ucapan kasar kaitannya dengan individu sementara korupsi adalah urusan nasional ? Ahok bicara kasar 2 menit Pak, 45 menit sisanya beliau dengan rinci menjelaskan penyimpangan yang terjadi dan melontarkan tekadnya untuk memberantas korupsi dan kerelaannya untuk mati demi konstitusi. Sebagai ahli komunikasi, Bapak layak membahas yang 2 menit namun kredibilitas Bapak dikecam banyak orang karena Bapak menafikan 45 menit sisanya. Menurut Bapak bagaimana ?

Pak,

Maaf kalau saya memborbardir Bapak dengan berbagai keheranan saya. Satu lagi,Bapak juga bilang begini,”"Pimpinan tak beretika tidak pantas duduk di kursi pimpinan…Jangankan jadi gubernur, menjadi suami di rumah saja tak pantas”.  Saya heran, kenapa “gubernur” yaaaa…Yang tak beretika gubernur, begitu ? Etika bukannya beda ya Pak dari etiket ? Ahok menunjukkan etika yang tinggi dalam berpolitik namun etiketnya dalam berbicara perlu dibenahi. Sebaliknya, DPRD secara terang-terangan menunjukkan etiketnya yang sangat tinggi dengan nyaris konsisten bicara santun namun  pada saat yang sama  secara terbuka membiarkan rakyat melihat bahwa etika mereka amat rendah. Menurut pendapat Bapak bagaimana ?

Terakhir, ijinkan saya untuk mengutip kalimat Bapak," Saya netral. Saya tidak berpihak kepada DPRD atau Gubernur. Saya independen…Bisa saja garis saya lebih kepada Gubernur, bisa saja ke DPRD. Tetapi, yang saya ambil dari sudut akademik,".

Pak,

Setahu saya (tolong dikoreksi kalau salah), sudut akademik kaitannya erat sekali dengan istilah faktual dan obyektif. Bapak sadar ngga, bahwa dalam kasus Ahok vs DPRD, yang melulu menunjukkan dokumen-dokumen berisi fakta  dan kerap memberikan warga data obyektif  tentang APBD dan e-budgeting  adalah Ahok ?

Semoga bapak berkenan menanggapi surat ini.

28/3/2015,

Meicky

Sumber Kutipan: 1.http://megapolitan.kompas.com/read/2015/03/26/16451191/Dapat.Komentar.Jelek.dari.Pembaca.Berita.Emrus.Bantah.Dibayar.DPRD.DKI

2.http://megapolitan.kompas.com/read/2015/03/26/13294131/DPRD.Tepuk.Tangan.Satu.Menit.Kala.Ahok.Disebut.Tak.Pantas.Jadi.Gubernur

3.http://www.gatra.com/nusantara-1/jabodetabek-1/140029-emrus-ucapan-ahok-lebih-bahaya-daripada-korupsi.html

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun