Mohon tunggu...
meiccy putri jonarti
meiccy putri jonarti Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Media Sosial Sebagai Peluang dan Tantangan Dunia Jurnalistik di Era digital

18 Desember 2024   19:11 Diperbarui: 18 Desember 2024   19:11 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di era perkembangan digital yang pesat ini memberikan dampak yang signifikan. Era digital bisa dikatakan berpengaruh di segala bidang kehidupan manusia, termasuk dunia jurnalistik. Saat ini media sosial menjadi salah satu pilar utama dalam menyebarkan informasi. Media sosial, sebagai platform yang mampu menyebarkan informasi dengan cepat, menawarkan peluang besar bagi jurnalis untuk memperluas jangkauan audiens mereka. Stephen J.A. Ward, Profesor Etika Jurnalistik di University of Wisconsin-Madison, dalam artikelnya Digital Media Ethics, mencatat bahwa kehadiran internet telah membuat jurnalis profesional saat ini berbagi ruang dengan pengguna Twitter, blogger, jurnalis warga, dan pengguna media sosial lainnya. Platform seperti Twitter, Instagram, atau TikTok memungkinkan jurnalis menyampaikan berita langsung kepada publik tanpa harus melalui saluran media konvensional yang menggunakan metode tradisional, seperti surat kabar, majalah, dan radio. Selain itu, media sosial juga memberikan  peluang bagi jurnalis untuk berinteraksi langsung dengan audiens. Melalui komentar, pesan, atau fitur interaktif lainnya, tercipta komunikasi dua arah yang membantu jurnalis memahami kebutuhan serta minat pembaca, sehingga jurnalis dapat menyajikan berita yang lebih sesuai dan relevan.

Media sosial tidak hanya memberikan jangkauan yang lebih luas, tetapi juga menjadi sumber berita baru. Banyak peristiwa terkini pertama kali disampaikan oleh saksi mata melalui platform ini, sebelum akhirnya dilaporkan oleh media konvensional. Mulai dari bencana alam hingga aksi protes, berita sering kali muncul dalam bentuk foto atau video yang diunggah oleh pengguna.Media sosial membuka peluang besar bagi jurnalis untuk memanfaatkan informasi sebagai bahan awal peliputan. Selain itu, media sosial memungkinkan distribusi berita dengan biaya yang lebih efisien dibandingkan media tradisional seperti cetak dan siaran.

Di sisi lain dunia jurnalistik juga menghadapi tantangan besar meskipun juga memiliki peluang yang sangat luas. Salah satu tantangan utama adalah maraknya penyebaran informasi palsu atau hoaks, yang dapat menimbulkan berbagai dampak negatif, mulai dari keresahan masyarakat hingga rusaknya reputasi individu dan organisasi. Bahkan jurnalis pun kadang terjebak dalam menyebarkan informasi yang belum terverifikasi kebenarannya, hal ini sering disebabkan oleh kurangnya pengecekan fakta yang memadai sebelum menyebarkan informasi. Hal ini dapat merusak kredibilitas dunia jurnalistik, yang akhirnya dapat merusak kepercayaan publik terhadap media tersebut.

Tantangan lain yang dihadapi jurnalis adalah tekanan untuk menyampaikan berita dengan cepat di era perkembangan digital ini. Dalam upaya untuk tetap relevan di tengah persaingan yang semakin ketat, banyak jurnalis merasa terdesak untuk menyajikan informasi secepat mungkin, yang sering kali mengabaikan proses verifikasi dan akurasi. Selain itu, jurnalis menghadapi persaingan ketat di era algoritma media sosial. Algoritma cenderung lebih memprioritaskan konten sensasional atau viral dibandingkan berita yang informatif dan mendalam. Akibatnya, jurnalis harus berjuang keras untuk menarik perhatian audiens di tengah derasnya arus informasi.

Dalam memanfaatkan peluang besar yang ditawarkan media sosial, para jurnalis perlu lebih cerdas dalam mengelola platform ini. Meskipun jurnalis menghadapi berbagai peluang dan tantangan, solusi untuk menghadapinya tetap ada. Salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah dengan memahami ciri khas setiap media sosial. Misalnya, platform Instagram lebih cocok untuk konten visual seperti foto atau video, sedangkan X efektif untuk informasi singkat dan padat. Dengan menyesuaikan gaya penyajian berita sesuai karakter platform, jurnalis dapat menjangkau lebih banyak orang dan membuat berita lebih mudah diterima. Selain itu, jurnalis juga perlu aktif berinteraksi dengan audiens, misalnya lewat kolom komentar atau sesi tanya jawab. Hal ini bisa menciptakan hubungan yang lebih dekat dengan pembaca dan menumbuhkan kepercayaan terhadap berita yang disajikan.

Dalam memanfaatkan media sosial sebagai sumber berita, penting bagi jurnalis untuk memperkuat kemampuan investigasi dan verifikasi fakta. Saat awal menerima informasi dari media sosial, jurnalis harus memverifikasi kebenarannya melalui sumber yang terpercaya sebelum menyebarkannya ke publik. Penggunaan alat-alat pengecekan fakta yang tersedia seperti alat untuk memverifikasi gambar atau video, serta bekerja sama dengan organisasi yang memiliki reputasi baik dalam hal verifikasi informasi, dapat membantu memastikan keakuratan berita yang disebarkan. Selain itu, membangun jaringan dengan pengguna media sosial yang dapat diandalkan, seperti saksi mata atau komunitas tertentu, dapat membantu jurnalis mendapatkan sumber informasi yang kredibel. Dengan mengutamakan proses verifikasi yang lebih teliti, jurnalis bisa mengurangi penyebaran hoaks dan menjaga reputasi mereka di mata publik. Hal ini juga dapat membantu mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap media yang benar-benar bertanggung jawab dalam menyampaikan informasi yang akurat. Selain itu, tantangan lainnya seperti persaingan yang semakin ketat di dunia jurnalistik, ditambah dengan algoritma media sosial yang cenderung mengutamakan konten sensasional, membuat jurnalis harus lebih kreatif dalam menarik perhatian audiens. Seringkali, konten viral mengalahkan berita yang lebih informatif dan mendalam. Untuk itu, jurnalis seharusnya berinovasi dalam menyajikan berita yang menarik tanpa mengorbankan kualitasnya. Misalnya, dengan memanfaatkan infografis, video singkat, atau cerita yang menggugah, namun tetap berpegang pada informasi yang solid dan berbasis fakta. Selain itu, jurnalis perlu memiliki kemampuan untuk menyajikan berita dengan cara yang relevan dan menghubungkannya dengan isu yang lebih besar yang menjadi perhatian audiens, tanpa harus mengandalkan sensasionalisme. Saya juga percaya bahwa kerjasama antara jurnalis, media, dan platform media sosial sangat penting untuk memastikan bahwa berita berkualitas bisa mendapatkan tempat lebih tinggi dalam algoritma, sehingga dapat menjangkau audiens yang lebih luas tanpa mengorbankan kualitas pemberitaan.

Penulis: Meiccy Putri Jonarti, Mahasiswa Semester 5 Program Studi Jurnalistik, Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hudayatullah Jakarta

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun