Selain itu, ketepatan sasaran diukur dengan menilai ketepatan KPR-RSH dengan kelompok sasaran yang telah ditetapkan. Hal lain yang turut diperhatikan yakni dapat diukur berdasarkan status kepemilikan setelah mengajukan KPR-RSH rumah tersebut dihuni; tidak ditempati/kosong; atau disewakan/dikontrakkan (Padmadi, 2018).
Kelemahan yang terjai pada proses penerimaan pembeli rumah bersubsidi dikarenakan pihak developer sudah pasti akan membantu konsumen dalam proses pengajuan subsidi melalui KPR dengan tujuan perumahannya lebih cepat terjual dan memperoleh keuntunagn. Maka sasaran yang sejatinya untuk masyarakat berpenghasilan rendah menjadi sulit dijangkau.Â
Jika melihat dari pihak developer, mereka tentu akan lebih cenderung memihak kepada masyarakat yang mempunyai penghasilan lebih yakni merupakan masyarakat berpenghasilan menengah ke atas dengan alasan keuntungan dan kecepatan dalam penjualan jual beli rumah.Â
Dampak dari pihak developer yang mencari keuntungan maka konsumen pengajuan KPR-RSH menjadi tidak jujur dalam memberikan informasi mengenai kondisi sebenarnya baik mengenai kepemilikan rumah sebelumnya, total penghasilan maupun informasi yang lain terhadap bank.
Bank pun juga sering terkecoh dan memvalidasi pengajuan KPR. Tujuan awal hanya diperuntukkan untuk masyarakat berpenghasilan rendah menjadi salah sasaran dan hanya dikemas sebagai citra saja. Dampak nyatanya dalam penyaluran subsidi KPR-RSH masih sangat sulit dijangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah, apalagi masyarakat yang tidak memiliki penghasilan yang tetap dalam setiap bulannya
Selain itu faktor tidak adanya badan pengawas juga membuat terjadinya banyak pelanggaran pemanfaatan rumah bersubsidi terjadi di hampir semua lokasi contohnya terlihat di Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng. Jika sekilas dilihat secara administratif maka dapat dikatakan tepat sasaran, namun kondisi dilapangan banyak ditemui RSH yang tidak ditempati oleh pemilik pertama melainkan disewakan/dikontrakkan.Â
Dari hal tersebut memberi indikasi bahwa sebenarnya pemilik RSH telah memiliki tempat tinggal sebelumnya dan mereka membeli rumah subsidi hanya sebagai investasi dan kemungkinan besar mereka bukan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang seharusnya menjadi sasaran program ini.Â
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) diungkapkan dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2017 kinerja pada BUMN, menemukan sebanyak 5.108 unit rumah KPR bersubsidi belum dimanfaatkan debitur secara benar. Hal tersebut menunjukkan masih belum tepatnya Program Rumah Bersubsidi yang dijalankan, salah satu contohnya yakni yang termasuk di Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H