Mohon tunggu...
Mei Juita
Mei Juita Mohon Tunggu... Akuntan - Wata Tnebar

Dosen : Prof. Dr. Apollo, M.Si.Ak Universitas Mercu Buana Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Money

K6_Paradoks Sistem Self Assessment. SAS Pemicu Sengketa Pajak?

16 April 2022   23:56 Diperbarui: 19 April 2022   21:47 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Indonesia sebagai Negara Kesejahteraan memiliki tujuan utama yang ingin dicapai, yaitu kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya. Untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat tersebut, negara membutuhkan dana yang salah satunya berasal dari sektor perpajakan. Peran pajak untuk Penerimaan negara merupakan hal yang sangat vital karena tanpa pajak dapat dipastikan negara tidak akan dapat menjalankan kegiatannya.

Di Indonesia, pajak merupakan sumber utama penerimaan negara yang sangat diandalkan untuk mendanai pengeluaran negara baik dalam kegiatan rutin dan dalam perkembangannya. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak. Salah satunya dengan melakukan Reformasi Perpajakan atas dasar Undang-Undang perpajakan yang ada. Reformasi Pajak ini merupakan langkah yang diambil oleh pemerintah dalam rangka memperkuat kemandirian pembangunan nasional.

Pada akhir tahun 1983, beberapa Undang-Undang Perpajakan lama dihapuskan dan diganti dengan undang-undang perpajakan yang baru. Pemerintah telah melakukan penyempurnaan Undang-undang dan Tata Tertib Perpajakan tahun 1983, 1994, 1997, 2000 dan 2007 -- 2008 Sistem Perpajakan juga telah berubah dari sistem "Official assessment" menjadi sistem "self-assessment".

Perbedaan mendasar antara kedua sistem pemungutan tersebut menjadi fokus kegiatan perpajakan. Dalam sistem "Official assessment", fokus kegiatan perpajakan adalah pada petugas pajak atau pemerintah. Dalam hal ini, pengelola pajak menentukan jumlah pajak terutang, wajib pajak adalah: pasif (tidak menghitung besarnya pajak yang harus dibayar karena telah ditentukan oleh pengelola pajak dalam) Ketetapan Pajak.

Sebaliknya, dalam sistem "self-assessment", wajib pajak dipercaya untuk menghitung, menghitung, membayar dan laporan juga bertanggung jawab atas jumlah pajak yang belum dibayar. Pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak, mengawasi pelaksanaan kewajiban perpajakan tersebut.

Dalam melaksanakan kewajiban perpajakan ini, terdapat sengketa perpajakan yang mungkin timbul antara wajib pajak dengan pajak pengurus/pemerintah. Sengketa perpajakan ini  dipicu oleh perbedaan pendapat antara wajib pajak dan petugas pajak tentang besarnya pajak yang harus dibayar.

Lembaga peradilan pajak yang berwenang memeriksa dan mengadili sengketa pajak saat ini adalah Pengadilan Pajak diatur berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002. Pengadilan Pajak ini merupakan penyempurnaan dari lembaga peradilan yang telah ada sebelumnya, yang merupakan Badan Penyelesaian Sengketa Pajak -- TDRA (Badan Penyelesaian Sengketa Pajak -- BPSP). Diharapkan dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 ini dapat mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada lembaga peradilan pajak yang sudah ada sebelumnya.

Selain itu dengan dibentuknya Pengadilan Pajak diharapkan lembaga ini dapat sesuai dengan sistem kewenangan kehakiman serta mampu menciptakan kepastian hukum dan keadilan dalam menyelesaikan sengketa perpajakan. Namun harapan tersebut  nampaknya belum dapat terwujud karena dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 masih banyak ketentuan yang kurang mencerminkan kepastian hukum dan keadilan; di antaranya adalah dualisme pengelolaan Pengadilan Pajak, yang tidak menentu kedudukan Pengadilan Pajak, persyaratan pembayaran 50% dalam pengajuan banding pajak, tempat kedudukan Pengadilan Pajak di ibu kota negara, dan seterusnya. Selain itu, Pengadilan Pajak akhir-akhir ini menjadi sorotan publik, terutama setelah terungkapnya mafia pajak, yaitu dugaan praktek makelar perkara perpajakan yang dilakukan oleh pejabat perpajakan (Gayus Halomoan P. Tambunan) telah uang sebanyak dua puluh lima miliar Rupiah di rekeningnya.

Reff :

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengadilan Pajak.

Undang -- Undang No. 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sttd Undang -- Undang No. 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan ("UU KUP").

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun