P3B adalah perjanjian bilateral yang dibentuk oleh dua negara atau yurisdiksi yang bertujuan untuk menghilangkan pajak berganda karena lintas batas mereka transaksi. Pajak berganda dapat timbul karena saling klaim hak perpajakan antara sumber negara penghasilan dan negara tempat tinggal wajib pajak yang bersangkutan. Saling klaim hak perpajakan muncul karena konflik faktor penghubung yang membawa kedua negara bagian atau yurisdiksi untuk mengenakan pajak pada transaksi ekonomi yang sama.
Ketika transaksi lintas batas terjadi, konflik mungkin muncul atas interaksi faktor penghubung kedua negara sehingga ganda perpajakan muncul. Ada dua jenis ganda perpajakan, yaitu pengenaan pajak berganda yang timbul karena hukum alasan dan karena alasan ekonomis.
Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana untuk melaksanakan pembangunan nasional. kebutuhan dari dana dalam jumlah besar itu karena upaya penangkapan dengan perkembangan negara-negara maju, baik secara regional dan global. Indonesia masih belum mampu menyediakan dana pembangunan. Selain itu, upaya mencari sumber pembiayaan dalam negeri, pemerintah juga telah menarik sumber-sumber asing pembiayaan, salah satunya adalah penanaman modal asing (FDI) (Sarwedi, 2002). Selama beberapa dekade terakhir, ibu kota Arus masuk atau FDI di Indonesia memiliki tren positif.
Namun, penerimaan pajak kemungkinan akan menurun karena kebijakan yang memberikan jenis fasilitas perpajakan seperti: pengurangan tarif dalam perjanjian pajak. Perjanjian pajak memainkan peranan penting karena dapat  mengatur porsi perpajakan harus dibayar oleh penanam modal dari Negara pihak pada Persetujuan dalam sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati pada. Jika Indonesia dan suatu Negara pihak pada Persetujuan memiliki menetapkan perjanjian pajak, tarif yang digunakan didasarkan pada pajak tarif perjanjian. Sebaliknya, jika tidak ada perjanjian pajak, tarif akan didasarkan pada ketentuan pajak dalam negeri (Tatang, 2009). Menurunnya penerimaan pajak akibat pajak perjanjian diharapkan akan dikompensasi oleh investasi (FDI) ke Indonesia. Namun, pada tingkat praktis, ada dorongan untuk mengeksplorasi lebih lanjut apakah keberadaan P3B dapat mendorong investasi, terutama di negara berkembang negara.
Menurut Neumayer (2007), berkembang negara menginvestasikan waktu dan sumber daya langka lainnya untuk menegosiasikan dan menyimpulkan perjanjian pajak dengan negara maju negara. Negara berkembang juga menerima kerugian pajak pendapatan seperti perjanjian tersebut biasanya mendukung tempat tinggal berdasarkan atas perpajakan berbasis sumber dan berkembang negara biasanya importir modal bersih. Itu biaya yang dikeluarkan hanya akan terbayar jika negara berkembang dapat mengharapkan untuk menerima lebih banyak FDI.
Referensi:
https://journal.uib.ac.id/index.php/jlpt/article/view/261
https://www.un.org/esa/ffd/wp-content/uploads/2013/05/20130530_Paper1N_Pickering.pdf
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H