Jasa pengiriman barang atau jasa pengurusan transportasi bertujuan untuk mewakili tugas pengiriman barang (pengirim/pengirim/eksportir) ke tujuan baik melalui darat, laut, maupun udara. Jasa pengiriman barang tidak hanya terdiri dari satu pelayanan saja, akan tetapi terdapat banyak pelayanan yang berhubungan dengan pengiriman dan penerimaan barang sehingga membentuk jasa pengiriman barang.Â
Dalam pengiriman barang, freight forwarder biasanya bekerja sama dengan rekanan untuk melaksanakan dan memberikan pelayanan. Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan peraturannya belum mengatur secara khusus perlakuan pajak pertambahan nilai atas jasa ekspedisi, khususnya dalam cara pembayaran.Â
Jasa pengurusan transportasi dan pengangkutan barang (freight forwarding) sangat terkait dengan kegiatan ekspor dan impor. Penyedia jasa fokus membantu konsumen untuk mengirimkan barang umumnya dalam jumlah besar dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan berbagai sarana transportasi barang (darat, laut, dan udara).
Perusahaan dapat menyediakan satu atau lebih jasa atau kegiatan pengangkutan, mulai dari bongkar/muat barang, pengurusan dokumen kepabeanan, pengiriman barang, hingga kegiatan lain yang berkaitan dengan proses pengangkutan barang. Oleh karena itu, "pengiriman barang" biasa diartikan sebagai rangkaian kegiatan pengangkutan barang yang saling terkait satu sama lain.
Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak
Salah satu aspek perpajakan yang melekat pada kegiatan usaha ekspedisi adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Dalam hal ini freight forwarding termasuk dalam kategori jasa yang diperbolehkan menggunakan Nilai Lain sebagai Dasar PPN ("Nilai Lain") dengan tarif 10% dari nilai sebenarnya atau biasa disebut dengan PPN 1%.
Dasar hukum kebijakan ini adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 38/PMK.011/2013 sebagaimana terakhir diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 56/PMK/.03/2015, yang dikukuhkan oleh Direktur Jenderal Pajak (DJP) Surat Edaran Nomor 33/PJ/2013.
Penegasan DJP tersebut menimbulkan pertanyaan, khususnya di kalangan penyedia jasa angkutan barang dengan menggunakan truk. Sebab, alat transportasi darat yang secara tegas tercantum dalam SE 33/PJ/2013 hanya kereta api. Truk dan sejenisnya tidak disebutkan.
Lantas, apakah jasa angkutan barang dengan truk (trucking) bukan termasuk jasa ekspedisi? Konfirmasi ini penting untuk izin bagi penyedia layanan untuk menggunakan Nilai Lain atau PPN 1%.
Menurut SE 33/PJ/2013, Nilai Lain tersebut dapat digunakan oleh pengusaha jasa ekspedisi untuk pengalihan jasa angkutan barang, yang meliputi biaya pengangkutan (freight charge).
Ongkos angkut adalah biaya transportasi yang harus dibayar atau harus dibayar oleh pengguna jasa. Dalam hal ini, biaya tersebut dapat berupa biaya transportasi melalui pesawat terbang, kapal laut, dan/atau kereta api termasuk biaya fuel surcharge.