Tahun 2024  dinamakan tahun politik karena di tahun 2024, dilaksanakan yang namanya Pemilihan Umum (Pemilu).Di pemilu 2024, masyarakat akan memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR RI, anggota DPRD Provinsi, anggota DPRD Kabupaten/Kota, serta anggota DPD.Melaksanakan pemilu merupakan salah satu ciri negara demokrasi.Indonesia sendiri mengklaim bahwa indonesia adalah negara demokrasi.Sebelumnya kita perlu mengenal apa yang dimaksud demokrasi, sehingga kita tidak salah dalam mengartikan istilah sederhana ini.Demokrasi berasal dari 2 kata bahasa yunani yaitu "demos" yang artinya rakyat dan "kratos" yang artinya kekuasaan.Jadi, demokrasi adalah sebuah bentuk kekuasaan atau pemerintahan yang berdasar atas kedaulatan rakyat.Artinya, setiap keputusan dan kegiatan dalam pemerintahan diatur berdasarkan kemauan rakyat.Sehingga melalui pengertian ini kita tahu bahwa rakyat memiliki kedudukan tertinggi dalam pemerintahan dan rakyat adalah penentu setiap kebijakan pemerintah.
Pemilu di Indonesia sendiri diadakan setiap 5 tahun sekali.Pemilu sering juga disebut sebagai "Pesta Demokrasi".Istilah pesta demokrasi sendiri sebenarnya sudah lama digaungkan oleh para politikus Indonesia.Mereka menyebut bahwa pemilu merupakan salah satu kegiatan demokrasi yang besar, dimana rakyat terlibat penuh dalam penentuan arah kekuasaan dan juga arah masa depan bangsa.Sehingga istilah pesta demokrasi sendiri merupakan istilah yang tepat untuk menggambarkan pemilu 5 tahunan ini menurut mereka.Namun, istilah pesta demokrasi ini sepertinya tidak cocok disematkan kepada Pemilu tahun 2024.Karena di Pemilu 2024 terdapat banyak sekali upaya pemberantakan demokrasi yang dilakukan oleh para penguasa yang ingin mempertahankan kekuasannya.Sehingga istilah yang tepat untuk pemilu 2024 adalah "Pesta Oligarki".
Putusan MK No.90/PUU-XXI/2023 terkait batas usia calon presiden dan calon wakil presiden dalam UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu merupakan gejala awal kemunduran demokrasi Indonesia.Putusan tersebut memungkinkan orang yang berusia dibawah 40 tahun untuk mencalonkan diri sebagai calon presiden dan calon wakil presiden dengan syarat pernah terpilih melalui pemilu sebagai DPR/DPD, Gubernur, maupun Walikota.Dan siapa yang memanfaatkan putusan ini? Tak lain dan tak bukan adalah putra presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka yang saat itu masih aktif menjabat sebagai Walikota Solo.Oleh karena putusan ini, rakyat Indonesia menganggap bahwa presiden Jokowi ingin membangun sebuah dinasti kekuasaan.Menanggapi hal ini, Jokowi mengatakan bahwa ia akan bersikap netral sebagai seorang kepala Negara dan kepala pemerintahan."Kan yang milih itu rakyat, yang menentukan juga rakyat, biar rakyat saja yang menilai." Ucap Jokowi saat ditanya oleh media mengenai isu politik dinastinya.
Namun ucapannya tersebut ternyata tidak sepenuhnya dipatuhi olehnya.Jokowi yang sebelumnya mengatakan bahwa setiap pejabat pemerintah baik pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, sampai desa harus bersikap netral pada saat pemilu malah mengatakan bahwa presiden itu punya hak untuk kampanye semenjak putranya mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden.Hal ini mengindikasikan bahwa dirinya yang menempatkan posisinya sebagai "Presiden" boleh memihak terhadap salah satu pasangan calon dan ikut kampanye.Hal ini dikatakannya berdasarkan pasal 281 dan pasal 299 UU No.7 Tahun 2017 tentang pemilu.Dalam keterangannya Presiden Jokowi mengatakan bahwa dalam pasal tersebut seorang Presiden mempunyai hak untuk melaksanakan kampanye dengan syarat tidak boleh menggunakan fasilitas Negara.Pernyataan  yang dilontarkan Jokowi dalam menafsirkan pasal demi pasal dalam undang-undang pemilu ini merupakan sebuah kekeliruan besar.Memang dalam pasal 281 dan 299 UU pemilu dikatakan bahwa Presiden dan wakil Presiden mempunyai hak untuk melaksanakan kampanye.Namun, di pasal 301 dikatakan bahwa Presiden dan wakil Presiden yang telah ditetapkan oleh KPU sebagai calon Presiden dan Calon Wakil Presiden dalam melaksanakan kampanye harus memperhatikan pelaksanaan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan wakil Presiden.Hal ini berarti bahwa, Presiden dan Wakil Presiden yang berhak ikut kampanye adalah Presiden dan Wakil Presiden yang mencalonkan diri kembali sebagai calon Presiden dan calon Wakil Presiden yang telah ditetapkan secara sah oleh KPU.Artinya, Presiden dan Wakil Presiden yang tidak lagi mencalonkan diri sebagai Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden tidak punya hak ikut kampanye.
Sebagai seorang ayah, pasti akan mendukung anaknya untuk menjadi seorang pemimpin.Namun disini Jokowi memposisikan dirinya sebagai Presiden dalam usaha memenangkan anaknya dengan penafsiran keliru pasal UU pemilu.Upaya memenangkan Gibran juga terlihat dari sikap Jokowi dan jajaran keluarganya yang keluar dari lingkungan PDIP, yang merupakan partai yang membesarkan namanya selama ini.Pengangkatan sang putra sulung, Kaesang menjadi ketua umum PSI setelah 2 hari bergabung dalam partai tersebut juga menjadi salah satu indikator upaya Jokowi dalam memenangkan putranya dan memperluas upaya pembentukan dinasti kekuasaannya.Minim pengalaman dan prestasi tetapi punya Privilege sebagai anggota keluarga penguasa bukanlah jalan yang tepat untuk menjadi seorang pemimpin.Hal inilah yang akan memberantakkan demokrasi di Indonesia.Disini rakyat tidak punya andil untuk menentukan seorang pemimpin karena adanya konflik kepentingan para penguasa yang akhirnya memberikan jabatan kepada anggota keluarganya.Dimana menurut definisi demokrasi, pemerintahan diatur dan berdasarkan kemauan rakyat dan bukan atas dasar kemauan penguasa.
Baru-baru ini juga terdapat indikasi kepentingan politik dan kekuasaan yang telah membelakangi penegakan HAM di Indonesia.Para aktivis 98 yang saat itu menjadi sasaran penculikan oleh Capres Prabowo Subianto, malah ramai-ramai mendeklarasikan dukungannya kepada Prabowo Subianto, sang penculik itu sendiri.Dulu mereka berdemonstrasi untuk membawa Prabowo Subianto ke ranah hukum akibat tindakan pelanggran HAM beratnya di masa lalu.Namun sekarang mereka malah memuji-muji dan mendukung Prabowo untuk menjadi Presiden.Begitu rusaknya penegakan hukum dan HAM di Indonesia yang disebabkan oleh kepentingan politik dan kekuasaan.Pada saat Prabowo menjadi cawapres bersama Megawati di pemilu 2004, banyak rakyat yang tidak memilih mereka karena saat itu mereka tau bahwa Prabowo adalah pelaku pelanggara HAM berat sehingga pasangan Megawati-Prabowo saat itu kalah dari pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla."Sorry ya man,dulu gue kejar-kejar lo.Sekarang kan gue udah minta maaf sama lo." Ujar Prabowo kepada Budiman Sudjatmiko, yang merupakan aktivis 98 yang saat ini mendukung Prabowo.Sungguh miris karena demi kepentingan kekuasaan, HAM diabaikan.
Sebagai rakyat yang akan menggunakan hak pilih kita, sudah sebaiknya kita memilih pemimpin yang tegak lurus dengan demokrasi, tegak lurus dengan hukum, serta tegak lurus dengan HAM.Dan tentunya, seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang lahir dari pengalaman dan prestasi, bukan dari privilege tetapi minim pengalaman dan prestasi.Jangan mau dibodohi oleh kampanye gimmick dan kalimat-kalimat keliru.Kita sebagai rakyat harus bisa berpikir kritis dan analitis terhadap setiap kebijakan dan aktivitas yang dilakukan oleh pemerintah.Kita adalah penentu apakah tahun 2024 merupakan pesta demokrasi, atau justru pesta oligarki.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H