Mohon tunggu...
Megawati Mustafa
Megawati Mustafa Mohon Tunggu... lainnya -

Sedang belajar menulis.... dan senang jalan-jalan.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Hubungan Saya dengan Pak JK

30 November 2011   09:13 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:00 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kejadian berikut ini sudah lumayan lama, tetapi saya yakin pengalaman berikut ini akan memberikan tambahan informasi perihal pribadi Bapak Jusuf Kalla alias JK. Saat itu beliau menjabat sebagai Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat dibawah pemerintahan Megawati Soekarno Putri. Pertemuannya saya dengan beliau sangat singkat dan tidak meninggalkan kesan yang dalam saat itu karena tak ada peristiwa istimewa dengan kehadiran beliau di kantor PBB. Masih sangat jelas dalam ingatan saya saat beliau melangkahkan kakinya ke kantor Resident Representative kantor kami. Dan saya sebenarnya agak heran dengan kehadiran beliau yang tanpa pengawal sama sekali tidak seperti para menteri yang lain yang pernah hadir di kantor kami jika mereka hadir selalu ada asisten yang membawakan tas. Tak satupun kolega saya yang memberitahukan lebih awal perihal kehadiran Pak JK. Padahal jika seorang menteri atau duta besar berkunjung ke kantor kami, Resident Representative kami akan menyambut para tamu di lobby utama secara pribadi dan para pengawal (sekuriti kantor) sudah lebih awal berhalo-halo dengan kami tentang kehadiran tamu khusus. Hal ini tidak terlihat saat kehadiran Pak JK.

Pak JK hadir di kantor kami lumayan sore dan sudah mendekati magrib. Beliau memakai baju berwarna putih berlengan panjang tanpa dasi. Beliau menjabat tangan saya saat masuk ke ruang tunggu kantor Resident Representative dan tentunya beliau tersenyum, senyuman khas Pak JK. Saat beliau duduk, saya menawarkan minuman, dan beliau hanya ingin minum teh dengan gula (orang Bugis memang terbiasa minum teh dengan gula daripada tidak dengan gula). Beberapa saat kemudian, adhan maghrib berkumandang, dan beliau berkata “Dimana ruang sholat?” kepada saya. Awalnya, saya menunjukkan tempat sholat di lantai dasar kantor, tempat para pegawai menunaikan ibadahnya, tetapi Resident Representative kami mengatakan agar beliau sholat di ruang kantor beliau bukan di ruang sholat staff. Pak JK melakukan wudhu di ruang kamar kecil khusus Residen Representative dan saya mengambil sajadah staff untuk beliau melakukan ibadahnya di kantor kepala pimpinan. Usai ibadah, beliau dan Resident Representative kami melanjutkan pembicaraan mereka yang sempat terhenti karena harus jedah untuk sholat maghrib.

Saya tak ingat apapun saat beliau pulang. Bisa jadi, saat itu saya memang sudah meninggalkan kantor pada waktu beliau masih berbicara dengan Resident Representative kami. Aneh juga saya tak bisa kilas balik masa itu. Mungkin karena tak ada yang istimewa.

Dan saya kembali ‘berhubungan’ dengan beliau saat saya harus mengurusi Blue Book yang diwajibkan kepada semua warga asing untuk memilikinya bagi mereka yang masuk ke Aceh. Kala itu, GAM masih ramai dan peristiwa Jurnalis Amerika yang menikah dengan perempuan Aceh masih hangat. Pimpinan kami yang untuk Community Initiative Unit berencana mengunjungi Aceh dengan beberapa delegasi asing anggota UN, tetapi pengurusan Blue Book tidak bisa cepat terutama untuk orang-orang asing. Konon untuk mereka, utamanya orang Amerika (?), perlu paling tidak 3 bulan untuk mendapatkan Blue Book. Kalaupun mendesak, mereka bisa mendapatkannya dalam waktu 1 bulan. Saat saya mengajukan surat permohonan kunjungan pimpinan unit kami, yang kebetulan orang Amerika, dia samasekali tidak berharap bahwa beliau bisa ke Aceh seperti yang direncanakan karena keputusan untuk pergi Aceh hanya 1 minggu dari tanggal keberangkatan. Jadi, adalah yang sangat mustahil untuk bisa dapat ijin masuk ke Aceh masa itu. Saya mengatakan kepada beliau bahwa saya berdoa agar beliau bisa pergi ke Aceh sesuai rencana. Dan pimpinan kami malah berkata “you believe in God, I don’t”. Dan saat itu, saya itu saya berkata “Ya, Allah buktikan bahwak Engkau benar adanya”.

Untuk pengurusan Blue Book, prosesnya berawal di kantor Menko Kesra sebelum dilanjutkan ke kantor Hukum dan Hak Asasi Manusia. Sehubungan waktu pengurusan izin tidak singkat, saya cemas bahwa misi ke Aceh tidak bisa terlaksana kecuali ada terobosan. Maklum birokrasi di pemerintahan tidak pendek. Dan saat dalam kebingungan, terlintas dibenak saya untuk menulis surat langsung ditujukan ke Menko Kesra agar proses bisa lebih cepat, dan hal tersebut saya sampaikan kepada staff di kantor Menko Kesra apakah hal ini mungkin. Dan jawabannya, silahkan saja dicoba karena Menko Kesra banyak sekali yang dikerjakan dan surat yang masuk untuk ditandatangani tidak sedikit. Dengan harap dan cemas, saya buat surat permohonan tersebut dan diantar langsung ke kantor Menko Kesra. Dan sesudah makan siang, saya mendapat telepon dari kantor Menko Kesra bahwa suratnya sudah ditanda-tangani oleh Pak JK dan langsung dibawa ke kantor Hukum dan Hak Asasi Manusia dan selesai sore itu juga, tapi saya menerima surat tersebut keesokan harinya. Pimpinan kami kaget luar biasa dan begitu teman yang berurusan dengan hal ini mengacungkan dua jempol atas ‘prestasi ini’ Begitu senangnya, saya kembali membaca surat salinan yang saya kirim kepada Pak JK, dan saya malah tersentak karena nama Pak JK saya tulis bukan Jusuf Kalla tetapi Jusuf kala alias kurang satu ‘L’. Saya malah jadi deg-degan karena kesalahan itu karena saya berpikir bisa jadi kantor Menko Kesra akan menelpon saya karena kesalahan tersebut. Alhamdulillah saya tak pernah menerima telpon dari kantor beliau.

Anehnya kenangan ini seperti tenggelam begitu lama dan kembali muncul, saat beliau tidak lagi dipilih sebagai wakil SBY pada pemilihan umum lalu. Dan kenangan ini sekarang hadir terus dibenak saya dan berharap Presiden kita yang sekarang juga punya terobosan untuk mengurangi, kalau tak bisa menghilangkan, masalah-masalah negara yang bertubi-tubi. Negara ini perlu orang yang cerdas, berani, dan bijaksana. Bagaimana menurut Anda Presiden kita yang sekarang?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun