"What are you say?" Mama terkejut dengan mata terbelalak.
Aku menyela waktu kesibukannya  pagi ini. Aku tak ingin menunda lagi mengungkapkan keinginanku.
"Bagaimana masa depanmu, Mama sanggup nyekolahin kamu ke tempat sekolah bergengsi dan go Internasional! Mama nggak setuju!"
"Ma ...."
"Sejak bergaul sama si udik Sodiq itu, kamu jadi berubah."
"Ma. Please ... dengarin penjelasan Vano dulu, Ma." Aku memohon dengan wajah memelas.
"Oke, berikan alasanmu." Nada suara Mama sudah mulai melunak.
Aku sedikit lega dan menjelaskan ke Mama alasan serta keinginan hijrah ke arah yang lebih baik. Agama adalah sebagai penuntun kehidupan di dunia hingga akhirat. Tentu saja aku mengutip penjelasan Sodiq kemarin ketika aku bertanya hal yang sama padanya.
"Vano, butuh restu Mama, Ma. Vano ingin menjadi anak yang berbakti serta berguna. Di pondok nanti Vano akan menjadi tahfiz yang kelak akan memakaikan mahkota di kepala Mama di surga. Beri Vano izin, Ma. Karena rido Mama merupakan rido Allah," terangku dengan mata berkaca-kaca.
Aku  bersimpuh meraih tangan Mama. Menciumi dan menempelkan pada pipiku.
"Masya Allah, Nyonya seharusnya bersyukur Nyah." Bi Sumi mendekati kami dengan pandangan mata sayu dan terharu.