Bimbingan dan arahan dari dosen sangat penting bagi kami dalam mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman mereka tentang penelitian maupun mata kuliah yang dipelajari. Kami juga ingin cepat lulus serta diwisuda. Plong rasanya jika selesai tepat waktu, keluarga juga pastinya akan senang.Â
Ok, lah, aku coba menggunakan perspektif berbeda mungkin, ini mungkin saja ya. Mengapa dosen tersebut selalu mengelak bimbingan mahasiswa. Salah satunya adalah dosen yang lalai atau tidaksabaran dosen dalam menjalankan tugasnya sebagai pembimbing. Mungkin dia merasa terbebani oleh jumlah mahasiswa yang ingin mendapatkan bimbingan atau merasa lebih berfokus pada penelitian atau kegiatan lain yang mengurangi waktu yang dia miliki untuk membimbing.Lebih baik mengejar yang pasti menambah penghasilan mereka, bisa jadi. Super sibuk.
Namun, tetap tidak dapat diterima dong jika sikap tersebut terus berlanjut. Dosen harus dapat menyediakan waktu dan ruang untuk membimbing mahasiswanya. Jika dia merasa tidak dapat melakukan itu, seharusnya dia memberi tahu mahasiswanya dengan jujur dan memberikan alternatif lain untuk mendapatkan bimbingan seperti mengarahkan mereka kepada asisten dosen atau menjadwalkan waktu yang disediakan secara khusus untuk bimbingan. Minimal jangan main kucing-kucingan dan mempersulit begini.
Hal ini tentunya membuat semangat dan motivasi ku mengendur, muak dan frustasi. Geram juga ada rasanya ingin memaki atau meninju saja.
Mau kutelpon dengan meminta janji lagi, kampus kedua dosen itu terlalu jauh dan juga pastinya beliau sibuk mengajar lagi. Atau apalah aktivitas padatnya disana. Atau kutelpon saja pihak kampusku atau institusi pendidikan bagian yang berwenang untuk menegur dosen tersebut ya. Aku sampaikan keluhan, agar beliau ditegur atau diperingatkan agar tidak mempersulit saja kerjanya.
Beginilah nasib mahasiswa yang berada di semester akhir. Niat mau cepat selesai terkadang terkendala hal ini. Belum lagi desakan orang tua, berondongan pertanyaan dari rekan lain, kerabat.
"Kapan selesainya, lama kali nyusunnya? Si A udah wisuda lho, malah udah mau kerja."
Rasanya hati ini langsung mencelos jika ada yang berujar demikian.
Nasib menjadi mahasiswa mungkin harus melalui rasa sedih, kecewa, tertekan, frustasi, rendah diri, stres, marah, malu, dan putus asa dulukah?
Aku memangku ransel lusuhku di pangkuan. Kuedarkan pandangan  memperhatikan kondisi kantin yang mulai ramai. Mahasiswa-mahasiswi akan mengisi perut mereka. Ada yang berombongan duduknya, berdua, ada yang sendiri saja sepertiku.Â
Suasana riuh diisi dengan cekikikan mahasiswi, dentang sendok garpu yang saling beradu, blender yang berbunyi saat para pembeli inginkan minuman jus dingin.