Mohon tunggu...
Megawati Sorek
Megawati Sorek Mohon Tunggu... Guru - Guru SDN 003 Sorek Satu Pangkalan Kuras Pelalawan Riau

Seorang guru yang ingin menjadi penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cinta Seorang Guru

10 Maret 2023   15:58 Diperbarui: 10 Maret 2023   16:06 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri: Koleksi Pribadi Megawati Sorek 2010

***

Pembelajaran hari ini berlangsung lancar dan bel istirahat telah berbunyi. Setelah memastikan anak-anak keluar kelas dengan tertib. Langkahku menuju ruangan kantor, melewati koridor dan terhenti, ketika nada dering dari ponsel di sakuku berbunyi. Terlihat deretan angka, nomor yang tak tersimpan. Aku mengeryitkan dahi.

 "Ratih! Ini aku, Maya!" Suara terburu-buru terdengar dari sambungan tanpa sempat aku menyapa terlebih dahulu.

"Ya, May, kamu di mana? Sania mana?" cecarku dengan pertanyaan cepat. Aku pun segera menepi dari keriuhan murid-murid yang sedang bermain.

"Aku mau minta tolong, Sania butuh kamu, aku kirimkan alamat, segera datang ya!" Panggilan terputus disusul masuk notifikasi whatsAap. Segera aku cek, ternyata sebuah alamat rumah sakit. Ada apa ini? Benakku bertanya-tanya seiring dengan hati yang gugup dan cemas. Tubuhku menegang, kaku. Apa terjadi sesuatu terhadap Sania. Gegas aku minta izin kepada kepala sekolah dan rekan kerja, menghentikan mobil angkutan umum dan pergi ke kabupaten yang memakan waktu satu jam perjalanan.

Sania terbaring lemah, sorot matanya sayu. Wajah pucat dan kepalanya masih berbalut perban. Di tangannya terpasang selang  infus terhubung ke kantung cairan putih yang digantung pada tiang. Aku tak tahan melihat keadaannya seperti itu, tanpa terasa aku menangis, berjalan mendekati brankar. Maya yang berdiri di samping Sania hanya terdiam memandangku, di sebelahnya berdiri pria berperawakan tinggi. Mungkin calonnya, entahlah, aku tak fokus, yang kutahu saat ini ingin memeluk Sania dan mengetahui apa yang terjadi padanya.

"Sania, ini Ibu, Nak." Aku membungkukkan badan dan menciumi wajah cantiknya. Mungkin sikapku berlebihan sebagai guru. Ya, kuakui itu, pada sosok Sania aku seakan-akan menemukan seseorang. Ayah kandungnya yang telah tewas karena kecelakaan, bukan hanya meninggalkan Maya dan Sania, tetapi juga hatiku. Dia yang sekaligus masih kucintai bercampur benci seakan-akan menjelma pada sosok Sania.

Senyum tipis Sania terbit, ketika aku memaksanya untuk mau disuapi bubur yang disediakan rumah sakit. Mulutku mengoceh tanpa henti membujuk dan memberi semangat agar dia cepat sehat kembali dan bisa bersekolah lagi. Akhirnya, setelah makan dan minum obat, barulah Sania tertidur pulas. Kondisinya pun menurut dokter yang menangganinya tidak terlalu mengkhawatirkan lagi, tinggal menunggu masa pemulihan. Selanjutnya barulah aku dan Maya bisa berbicara banyak

"Sania, tidak boleh kami menikah, ia berontak, aku marah dan ia berlari ke jalan dan tertabrak mobil," jelas Maya padaku saat kami sedang makan di kantin.

"Mungkin butuh pendekatan yang lebih untuk membujuk Sania. Ia masih kecil dan pasti masih sayang pada ayahnya. Kalian berdua harus kompak." Aku memandang lekat pada perempuan yang terlihat semakin cantik. Mungkin ia perawatanan maksimal, ah, rasanya iri sekali dengan kehidupannya. Ia bisa move on dan mendapatkan pengganti dengan cepat. Mataku pun beralih memandang pada pria di sebelah Maya yang hanya banyak diam, setelah diperkenalkannya denganku. Ternyata seorang duda sukses yang beranak dua, tinggal di seberang pulau, berkenalan dengan Maya melalui media sosial dan terpincut dengannya yang masih cantik serta modis.

"Sania, ada cerita, dan aku ingin membahas ini, sebelum kau menghilang, dilema memang, kau masih muda dan tentunya ingin memiliki sandaran hidup, sementara Sania belum bisa menerima," ucapku sambil menyesap kopi hitam yang terasa pahit, mungkin sepahit hidupku yang tak bisa lepas dari bayang masa lalu dan kini terjebak, menyayangi anak mantan. Andai Maya rela, rasanya ingin mulutku berucap agar Sania hidup bersamaku saja. Ikhlas dan bahagia hatiku jika bisa merawat anak sang mantan. Segila itu memang cintaku padanya. Dia, mantan terindah yang memilih berselingkuh dengan Maya daripada menungguku selesai kuliah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun