Mohon tunggu...
Megawati Sorek
Megawati Sorek Mohon Tunggu... Guru - Guru SDN 003 Sorek Satu Pangkalan Kuras Pelalawan Riau

Seorang guru yang ingin menjadi penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Salah Rasa

7 Februari 2023   21:25 Diperbarui: 7 Februari 2023   21:29 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Setiap kita ingin memiliki kehidupan yang lengkap. Ada kedua orang tua yang membersamai. Namun, setiap perjalanan hidup berbeda alur. Begitu pun dengan Nia, gadis kecil yang  telah menjadi yatim. Lelaki yang seharusnya bertanggung jawab dan melindunginya telah dulu menghadap Illahi. Kedukaan mendalam mewarnai hidupnya yang terluntang-lantung dengan ibu yang  hanya mampu bekerja sebagai pembantu rumah tangga.  Miskin dan direndahkan sudah menjadi langganan mereka.

Nia kecil, berusia 9 tahun kala itu. Goresan kenangan yang ia lalui bersama sang ayah hanya sebentar, dan bahkan mungkin memori otaknya belum mampu menyimpannya dengan baik. Secuil kenangan yang sangat lekat hanya pada saat sang ayah menjemputnya sekolah. Hujan deras tiba-tiba menguyur saat itu, lelaki bertubuh kurus kering  dengan sigap melindunginya.  Ia mengendong dan berlari menuju tempat berteduh. Lalu, memeluk untuk menghapus dingin yang menyergap.

Kini melalui foto atau cerita ia coba rangkai berbagai kenangan dan menyematkan pada ingatan. Saat-saat ia melihat seseorang bergelayut manja pada sosok ayah. Ia hanya bisa menghela napas berat, mata berkaca-kaca dan  ada kecemburuan menyeruak. Kasih sayang ayah yang ia damba.

Mungkin, hal itulah yang membuat Nia dewasa lebih menyukai pria yang kebapak-bapak-an. Sosok yang mulai menginjak 40 tahun ke atas. Pribadi yang menurutnya bisa mengayomi dan  membimbing. Cinta memang buta, entah itu karena obsesi cinta atau sebuah pelarian semata. Ia merasa nyaman meski langkahnya tertahan dan banyak penghalang. Ia tetap pada pilihan hati, baginya bahagia itu harus ia raih. Segala argumen maupun ancaman hanya ia anggap angin lalu.

Ibunya  Nia pun ikut resah, bagaimana tidak? Ia yang bertahan sendirian membesarkan buah hatinya tersebut tak bisa berbuat apa-apa. Segala upaya telah ia coba. Berbagai pihak terkait ia mintai tolong. Nihil. Cinta pertama anak perempuannya  memang bukan jatuh pada sosok ayah kandungnya, tetapi ke orang lain. Suami orang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun