Kawasan kumuh di wilayah Surabaya Timur mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah. Hal ini terlihat dengan adanya tindakan pemerintah untuk melakukan revitalisasi kawasan kumuh tersebut, sehingga dalam waktu dekat diperkirakan kawasan kumuh ini tidak terlihat lagi di pinggiran kota. Rencana revitalisasi tersebut memungkinkan untuk melibatkan pihak swasta, selain menggunakan dana APBD dan APBN, sebagaimana yang telah diutarakan oleh Sugito, selaku anggota BPPD DPRD Surabaya.
Dalam kasus revitalisasi kawasan kumuh di wilayah Surabaya Timur tersebut melibatkan beberapa pihak atau instansi, antara lain pihak Pemerintah Kota Surabaya beserta dewan dan pihak swasta. Pihak Pemerintah Kota Surabaya sebagai penyedia dana APBD dan APBN serta dibantu oleh dewan untuk menindak payung hukum yang mengatur revitalisasi tersebut, sedangkan pihak swasta merupakan pihak yang juga akan dilibatkan dalam pembiayaan revitalisasi kawasan kumuh tersebut. Seperti yang telah diutarakan oleh Sugito, bahwa biaya revitalisasi tersebut tidak hanya ditanggung oleh dana APBD dan APBN saja, namun juga dari pihak swasta, salah satunya melalui kerjasama Corporate Social Responsibility (CSR). Namun, dalam kasus ini belum ditentukan perusahaan privat manakah yang akan digaet oleh pemerintah untuk membantu pembiayaan revitalisasi itu sendiri.
Menurut opini pribadi, saya setuju dengan adanya kerjasama CSR antara pemerintah Kota Surabaya dengan pihak swasta. Karena pentingnya revitalisasi ini juga untuk meningkatkan nilai kawasan tersebut melalui pembangunan yang membutuhkan biaya besar, sedangkan dana APBD atau APBN tidak hanya dialokasikan untuk pembangunan revitalisasi kawasan ini saja. Oleh karena itu, pihak swasta sangat dianjurkan untuk turut mendukung upaya revitalisasi ini melalui kerjasama CSR. Namun demikian, untuk meminimalisir kelemahan sistem CSR ini, Pemerintah Kota juga harus tegas dalam mengadakan kontrak dengan pihak swasta terkait kerjasama CSR ini mengingat sistem CSR merupakan upaya non konvensional dalam pembiayaan pembangunan. Dengan kata lain, Pemerintah Kota harus terus mengontrol kerjasama ini agar implementasi CSR ini berdampak positif yang jelas dan tidak ada kendala dalam hal pembiayaan revitalisasi tersebut.
Selain dari segi pembiayaan, rencana revitalisasi ini juga harus mempertimbangkan aspek lembaga atau kebijakan. Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 18/PRT/M/2010 tentang Pedoman Revitalisasi Kawasan juga tercantum penilaian kepemilikan tanah berdasarkan variabel status kepemilikan lahan tidak dalam sengketa dan status kepemilikan yang jelas. Artinya, sebelum revitalisasi dilakukan, maka asal-usul kepemilikannya juga harus jelas, agar tidak ada permasalahan terkait sengketa untuk ke depannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H