Wakaf berasal dari kata Waqafa yang berarti menahan. Namun, secara istilah menurut para ahli fiqh wakaf merupakan menahan suatu benda dalam rangka memanfaatkan fungsinya untuk kebajikan. Wakaf telah dikenal sejak masa Rasulullah SAW karena wakaf ini disyariatkan setelah Rasulullah SAW berhijrah ke Madinah pada tahun kedua Hijriyah.Â
Menurut sebagian ulama, wakaf dilakukan pertama kali oleh Rasulullah SAW berupa tanah yang digunakan untuk membangun masjid. Selain itu, pada tahun ketiga Hijriyah Rasulullah SAW pernah mewakafkan tujuh kebun kurma. Namun ada pula yang berpendapat bahwa yang pertama kali melakukan wakaf adalah Umar bin Khathab. Adapun praktek wakaf ini menjadi semakin luas pada masa dinasti Ummayah dan dinasti Abbasiyah dimana pada masa tersebut masyarakat sangat antusias untuk ikut berkontribusi dalam membangun kesejahteraan ekonomi negara. Bahkan pada masa dinasti Abbasiyah terdapat lembaga wakaf yang dikenal dengan Shadr al-Wuquuf yang berfungsi sebagai pengurus administrasi dan pengelola wakaf.
Apabila dilihat dari segi peruntukan wakaf, terdapat dua macam wakaf yakni wakaf ahli dan wakaf khairi. Wakaf ahli ini ditujukan pada orang tertentu baik itu keluarga wakif tersebut atau pihak lain. Seperti misalnya sebidang tanah yang diwakafkan orang tua untuk anaknya lalu untuk cucunya. Sedangkan wakaf khairi yaitu wakaf yang diperuntukkan untuk kepentingan agama atau masyarakat seperti wakaf tanah untuk dibagun masjid, sekolah, jembatan atau rumah sakit.Â
Jenis wakaf sendiri sebenarnya sudah semakin berkembang, tidak haya berupa aset tidak bergerak yang sifatnya kekal saja seperti tanah. Tapi juga kini sudah banyak wakaf benda bergerak seperti misalnya uang, bahkan pada masa kini telah muncul wakaf sukuk. Di Indonesia sendiri, wakaf benda bergerak seperti uang ini diperbolehkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia. Jenis wakaf uang juga hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang diperbolehkan secara syariah seperti untuk pembangunan masjid, pembangunan sekolah, jalan ataupun kebutuhan umat lainnya. Selain itu, nilai pokok wakaf uang juga harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual maupun dihibahkan atau di wariskan.
Pada tahun 2019, DSN MUI mengeluarkan fatwa terkait sukuk wakaf dimana ini merupakan produk pasar modal syariah terbaru yakni dalam fatwa No. 131/DSN-MUI/X/2019. Sukuk wakaf merupakan sukuk yang diterbitkan dalam rangka memaksimalkan manfaat aset wakaf atau imbal hasilnya untuk kepentingan umum sesuai prinsip syariah. Adapun akad yang digunakan dalam sukuk wakaf ini yaitu mudharabah, ijarah, wakalah bi al istitsmar, musyarakah, atau akad lain yang sesuai prinsip syariah. Selain itu, aset wakaf dan manfaat aset wakaf dalam sukuk wakaf tidak boleh dijadikan dasar penerbitan sukuk sehingga hanya diperbolehkan kegiatan usaha saja yang boleh menjadi dasar penerbitan sukuk.Â
Berbeda dengan sukuk wakaf, cash waqf linked sukuk merupakan instrumen wakaf tunai dimana semua hasil imbalannya digunakan untuk membiayai program sosial dan pemberdayaan ekonomi umat.Cash waqf linked sukuk ritel ini memiliki beberapa macam karakter yaitu maksimum pemesanan sebesar Rp. 1.000.000 dan tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder, imbalannya tetap dan langsung disalurkan ke program sosial yang ditunjuk dengan tenor selama dua tahun. Adapun Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia telah mengeluarkan surat kesesuaian syariah dalam surat Nomor B-578/DSN-MUI/IX/2020 tanggal 29 September 2020 lalu. Sehingga produk ini masih cukup terbilang baru dan perlu dikenalkan lagi pada masyarakat umum.
Program CWLS ini direncanakan untuk membiayai berbagai program seperti misalnya pemberian beasiswa, bantuan untuk para guru, pembangunan sekolah, penangkaran benih padi di daerah Lampung, bahkan pada masa pandemi diberikan untuk para tenaga kesehatan berupa alat pelindung diri serta pengobatan untuk pasien dhuafa. Adapun cara berwakaf uang dengan skema CWLS ritel ini calon wakif perlu mendatangi mitra distribusi yaitu bank syariah yang telah ditunjuk dan mengisi akta ikrar wakaf serta formulir pemesanan CWLS ritel, kemudian dibuatkan Single Investor Identification (SID) & Sub Rekening Efek (SRE) serta mencatatkan pada sistem di Kementerian Keuangan. Setelah dua proses itu selesai, lalu dilakukan pembayaran imbalan atau kupon untuk membiayai program sosial dan pembayaran nilai nominal pada saat jatuh tempo.
Referensi:
Kementerian Agama RI, 2006. Fiqih Wakaf.Â