Olahraga dan Sepakbola merupakan satu hal yang tak dapat dipisahkan. Semua orang di dunia pasti mengenal olahraga dengan sebelas pemain ini, mulai dari anak -anak sampai dewasa. Seiring berjalannya waktu, dapat dipastikan bahwa setiap kota pasti memiliki klub sepakbola, bahkan ada yang lebih dari satu, takhanya di Brazil atau Inggris namun juga di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia. Dengan semakin majunya sepakbola di dunia, maka semakin tinggi pula rivalitas atau permusuhan yang timbul, tak hanya antar klub namun juga antar pemain ke – 12 atau yang biasa disebut dengan supporter.
Seorang fan sepakbola atau supporter merupakan komponen penting dalam sepak bola. Kehadiran dan suara mereka di pinggir lapangan juga berdampak besar pada pertandingan. Sebuah klub sepakbola yang maju pasti memiliki supporter yang banyak pula, seperti raksasa Spanyol Barcelona dan juga Raja sepakbola Inggris yaitu Manchester United yang terkenal memiliki fans sepakbola yang loyal dan solid dari seluruh penjuru dunia. Klub – klubSepakbola di Indonesia pun juga tak kalah, mereka juga memiliki supporter yang tak dapat dibilang sedikit, salah satunya adalah Persebaya dengan komunitas fans yang bernama Bonek Mania. Tanpa adanya supporter mungkin olahraga sepakbola takkan menarik seperti saat ini. Dari sekian banyak supporter sebuah klub, pasti sebagaian dari mereka merupakan seorang fan fanatic yang rela melakukan apapun demi melihat klub yang dicintainya. Bahkan tak jarang dari mereka berjanji mendukung klub yang dicintainya sampai mati, seperti yang kita lihat pada banner – banner di pinggir lapangan ketika pertandingan. Namun apa dampak buruk dari suporter yang terlalu fanatik? Berikut ulasannya.
Supoter yang berlebihan dapat merusak persatuan
Klub besar pasti memiliki fans yang besar pula. Itu merupakan sebuah kebanggaan. Namun siapa sangka bahwa fans – fans tersebut dapat merusak rasa persatuan negaranya?. Tentunya kita masih ingat sebuah final pentas sepakbola terbesar di Eropa yaitu Liga Champion yang mempertemukan Bayern Muencen dengan Borrusia Dortmund. Kedua klub tersebut merupakan klub sepakbola yang berasal dari Jerman dan mereka bertanding di Stadion Wembley yang berada di Inggris. Kejadian yang memalukan pun terjadi, yaitu ketika kedua supporter klub saling bentrok dan membuat kericuhan di luar stadion sebelum pertandingan dimulai. Itu cukup memalukan bukan? Sebuah final yang mempertemukan dua raksasa Jerman dan digelar di Negara lain harus membuat kerusuhan sebelum pertandingan. Padahal seharusnya kedua supporter tersebut bangga atas prestasi klub di negaranya (Jerman) dan harus membawa nama baik negaranya ketika berada di Negara tetangga. Tapi sebagaian dari mereka justru merusaknya, padahal mereka juga sama berasal dari Negara yang sama. Kenapa harus bertengkar?.
Tak hanya itu, ulah supporter sepakbola di dalam negeri pun juga tak kalah menarik. Sering sekali terlihat kericuhan dan bentrok antar supporter klub sampai melibatkan korban jiwa. Tak hanya itu wasit sebagai hakim lapangan yang harus dihormati pun juga menjadi korban amukan para supporter sampai pemain ketika mereka tak puas atas putusan hakim lapangan tersebut. Bahkan FIFA sebagai badan sepakbola tertinggi dunia harus turun tangan dalam kasus ini.Cukup memalukan bukan?. Jika kita tengok Liga Inggris, disana hakim sangatlah dihargai oleh para supporter dan pemain. Jika mereka mendapat hukuman dari wasit mereka pasti melaksanakannya walaupun dengan berat hati. Dan jika kita mengikuti pertandingan tersebut. Kita takkan melihat seorang pemain yang mengejar wasit sampai melakukan kekerasan secara fisik, tak seperti beberapa pertandingan sepak bola di Negara kita ini.
Menghina pemain juga berdosa
Kembali ke konteks awal. Jika kita mengamati tribun penonton ketika pertandingan, kita tak hanya melihat poster besar yang berisi pujian dan dukungan untuk tim favoritnya, namun kita juga akan melihat poster – poster berisi ejekan atau caci maki terhadap tim lawan, pemain atau pelatih. Jika ejekan itu bersifat wajar maka tak masalah, namun para supporter kadang bertindak berlebihan. Mereka melakukan itu tanpa berpikir ulang. Seperti meneriaki pemain lawan dengan kata – kata yang berbau rasis sampai melemparkan benda – benda seperti botol, kulit pisang, atau petasan pada pemain yang tak disenanginya. Tak hanya itu, kadang para supporter juga tak dapat menerima keputusan seorang pemain untuk melanjutkan karirnya di lain klub. Contohnya adalah mantan pemain Arsenal yang kini berseragam Manchester United, Robin van Persie. Kepindahannya ke Manchester United membuat fans Arsenal meradang.Bahkan sebagaian dari The Gooners (sebutan untuk fans Arsenal) memanggil nama RvP dengan sebutan “Robin f**k Persie”. Ketika pertandingan Arsenal vs Manchester United pun, sebagaian fans Arsenal pun juga meneriakkan yel – yel berisi hinaan kepada RvP. Padahal jika dipikir ulang, seorang pemain berhak memutuskan masa depannya sendiri. Padahal para fans tak mengetahui bahwa terdapat alasan tersendiri bagi seorang pemain untuk melanjutkan karirnya di lain klub yang mungkin tak dapat diungkapkan dan merupakan hal pribadi. Lain dengan supporter Chelsea, pada awal tahun 2013 ketika Rafael Benitez datang untuk melatih klub London barat itu, sebagaian dari fans Chelsea juga tak dapat menerima kedatangan Rafa. Bahkan ada yang membuat poster bertuliskan “Kami tak membutuhkanmu”. Kenapa fans bersikap seperti itu?. Padahal manajemen klub telah memutuskan yang terbaik untuk klubnya.
Kerugian Suporter yang Emosional
Para supporter fanatic yang mengedepankan emosi juga akan merasakan kerugiannya. Dalam permainan sepakbola, kadang para supporter dari kedua kesebelasan terlibat saling ejek sampai terjadi kerusuhan. Tak jarang dari mereka akan mengalami luka parah bahkan ada yang meninggal. Suporter lain yang tak bersalah pun kadang juga ikut menjadi korban.Seperti kericuhan supporter sepakbola River Plate dan juga kericuhan yang terjadi antara dua klub dari Mesir tahun 2012 silam.
Sebenarnya para suporter hanya perlu menikmati pertandingan dan mendukung tim kesayangannya. Tak perlu menggunakan emosi yang berlebihan karena akan merugikan diri sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H