Mohon tunggu...
Megan Fahlevi Purba
Megan Fahlevi Purba Mohon Tunggu... Freelancer - Manusia.

Orang yang sesekali iseng menulis untuk menuangkan perspektifnya.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Sesat Berpikir Insan Pers LPM Progress dalam Menulis Opini

25 Maret 2020   19:51 Diperbarui: 26 Maret 2020   07:56 996
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : kalteng.antaranews.com

Sebelum masuk kepada opini yang akan penulis sampaikan, judul di atas adalah salah satu bentuk sesat berpikir atau dalam istilah Bahasa Perancisnya Intellectual Cul de Sac

Sengaja penulis buat sebagai contoh saja, dengan digunakannya redaksi “Insan Pers LPM Progress” dalam judul tersebut, tentu akan menggeneralisir seluruh insan pers dalam LPM Progress.

Padahal yang membuat tulisan opini mengenai konferensi pers Ketua dan Kader HMI Komisariat FTMIPA UNINDRA tentang Omnibus Law hanya salah seorang diantaranya. Perlu diluruskan terlebih dahulu yang ingin penulis kemukakan dalam tulisan opini ini adalah sesat berpikir salah seorang insan pers LPM Progress dalam menulis opini berinisial (ARM). Penulis opini “Sesat Berpikir Kanda HMI dalam menyikapi Omnibus Law”.

Tulisan Opini sebagai salah satu Produk Pers

Dewasa ini produk Pers tidak hanya dalam bentuk berita dan opini di media cetak semata. Berita dan opini pun ada di media online dalam bentuk Portal Berita seperti Kompas.com. Perkembangan media online pun cukup signifikan dari tahun ke tahun menjadi alternatif media selain media cetak dan media penyiaran.

Tulisan Opini merupakan buah pemikiran seorang penulis dalam menyikapi suatu permasalahan yang kemudian diterbitkan di suatu media massa atau Pers. Setiap media massa umumnya selalu memiliki kolom opini sebagai wadah penyaluran persepektif khalayak umum.

Seiring dengan perkembangan zaman saat ini tidak sedikit jurnalistik masyarakat pun ikut berkembang. Karena kolom opini terbatas maka dibentuklah media untuk penyaluran opini seperti Kompasiana dan lain sebagaianya.

Sesat Berpikir salah seorang Insan Pers LPM Progress dalam Menulis Opini

Judul opini ditulis “Sesat Berpikir Kanda HMI dalam Menyikapi Omnibus Law” , penulis tidak keberatan mengenai substansi opini yang disampaikan. Akan tetapi sebagai seorang Kader HMI keberatan atas judul opini tersebut.

Bila ditelaah secara seksama redaksi “Kanda HMI” yang menurut penulis terlalu overgeneralisation, terlalu menggeneralisir suatu pernyataan salah seorang anggota HMI. Seolah-olah seluruh anggota HMI memiliki kesamaan sikap dalam Omnibus Law.

Apabila yang memberi pernyataan ialah Ketua Umum HMI atau Pengurus Besar HMI, judul tersebut mungkin tepat. Karena Pengurus Besar merupakan Pimpinan tertinggi organisasi dan pernyataannya pun dapat ditangkap sebagai pernyataan organisasi.

Fallacy berasal dari bahasa Yunani dan Latin yang berarti ‘sesat pikir’, secara akademis dapat disebutkan sebagai kerancuan pikir yang diakibatkan oleh ketidakdisiplinan pelaku nalar dalam menyusun data dan konsep, secara sengaja maupun tidak sengaja. Bahasa sederhananya "ngawur".

Mengutip diktat Sosiologi Suatu Pengantar karya R. Bagus Irawan, S.Sos, MH., sesat berpikir yang dalam judul opini tersebut dapat diklasifikasikan ke dalam sesat berpikir Fallacy of Dramatic Instance.

Fallacy of Dramatic Instance berawal dari kecenderungan overgeneralization. Yaitu, penggunaan satu atau dua kasus untuk mendukung argumen yang bersifat general atau umum. Argumen ini biasanya dibangun dari satu dua kasus yang diambil dari pengalaman pribadi. Fallacy of Dramatic Instance ini dapat membentuk stereotipe yang berarti penilaian terhadap seseorang hanya berdasarkan persepsi terhadap kelompok di mana orang tersebut dapat dikategorikan.

Opini tersebut dapat membentuk stereotip bahwa seluruh Kader HMI mendukung RUU Cipta Kerja, padahal tidak sedikit Kakanda dan Ayunda yang turun aksi penolakan RUU Cipta Kerja dan ada juga beberapa penolakan dalam bentuk tulisan.

Sebagai seorang insan pers hendaknya tidak hanya berpatokan pada pengalaman pribadi dan hasil kerja di lapangan saja. Akan tetapi, argumen yang dibangun pun hendaknya tidak sesat pikir.Walau pun judul tulisan opini penting untuk menarik minat pembaca, sekali lagi jangan sampai sesat berpikir.

Kata “Kanda” di Himpunan Mahasiswa Islam merupakan sapaan akrab bagi seluruh kader dan alumni HMI. Oleh karenanya bersifat general HMI, tidak bisa dijadikan sebagai argumen hanya berdasarkan satu kasus saja, apalagi yang menyatakan merupakan seorang Pengurus Komisariat dan bukan berlatar belakang Ilmu Hukum.

Seharusnya insan pers memahami makna redaksi yang ditulis dalam tulisannya, sehingga tidak memiliki kerancuan makna. Baik dalam judul, paragraf pembuka, dan argumentasi yang disampaikan.

Beberapa Aksi HMI dalam menolak Omnibus Law

1. HMI Cabang Malang

Jumat, 13 Maret 2020 HMI Cabang Malang melakukan aksi menolak RUU Omnibus Law di Gedung DPRD Kota Malang. Diikuti oleh kader HMI dari berbagai Komisariat yang ada di bawah naungan HMI Cabang Malang. Itu merupakan aksi menolak RUU Omnibus Law kedua, aksi pertama dijalankan pada Kamis, 27 Februari 2020.

Sumber : malangtimes.com
Sumber : malangtimes.com

Bisa dicek lebih lengkap di https://www.malangtimes.com/baca/50088/20200314/103400/kronologi-hmi-cabang-malang-aksi-tolak-ruu-omnibus-law-yang-berakhir-ricuh-pasca-aksi 

2. HMI Cabang Limboto

Senin, 9 Maret 2020 HMI Cabang Limboto beserta BEM Universitas Gorontalo menggelar aksi penolakan RUU Omnibus Law di  depan Gedung DPRD Kabupaten Gorontalo. Massa menilai RUU Omnibus Law dalam beberapa pasal tidak pro rakyat.

image-750x-5e666b4fd6aeb-5e7b4b5f097f366e4d7e9eb3.jpg
image-750x-5e666b4fd6aeb-5e7b4b5f097f366e4d7e9eb3.jpg
Bisa dicek lebih lengkap di https://gosulut.id/post/hmi-cabang-limboto-dan-anggota-dprd-kabupaten-gorontalo-sepakat-tolak-ruu-omnibuslaw 

3. HMI Cabang Palangkaraya

Minggu, 8 Maret 2020 HMI Cabang Palangkaraya menggelar aksi penolakan RUU Omnibus Law di Bundaran Besar, Palangkaraya bersamaan dengan kegiatan car free day. Aksi yang dilakukan berupa diam berdiri dengan mulut tertutup sambil memegang karton berisikan pesan penolakan RUU Omnibus Law.

Sumber : kalteng.antaranews.com
Sumber : kalteng.antaranews.com

Bisa dicek lebih lengkap di https://kalteng.antaranews.com/nasional/berita/1343254/mahasiswa-di-palangka-raya-lakukan-aksi-diam-tolak-ruu-cipta-kerja?utm_source=antaranews&utm_medium=nasional&utm_campaign=antaranews 

Ada juga aksi-aksi dari Kakanda dan Ayunda HMI lainnya yang mungkin tidak terekspos di media. Beberapa HMI Cabang dan atau Komisariat juga melaksanakan kajian perihal RUU Omnibus Law yang tepatnya RUU Cipta Kerja. Pun kita tidak menutup mata beberapa HMI Cabang dan atau Komisariat ada yang mendukung RUU Cipta Kerja.

Tapi tetap tidak bisa digeneralisir, apalagi belum ada sikap resmi dari Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam perihal RUU Cipta Kerja.

Pengingat untuk semua

Sebagai salah satu Pilar Demokrasi, Pers berperan untuk memberikan informasi yang faktual dan terpercaya kepada khalayak umum. Kebebasan Pers membawa pengaruh yang vital pada perkembangan kehidupan masyarakat di bidang politik, sosial, ekonomi dan sebagainya.

Tulisan opini sebagai salah satu produk Pers, hendaknya menggunakan redaksi yang akan tidak menimbulkan kerancuan. Tabayyun dalam menerima informasi diperlukan bagi setiap orang khususnya insan pers, sehingga berita atau opini yang disampaikan tidak mentah atau cacat.

Perlu diluruskan juga Omnibus Law itu merupakan konsep undang-undang, sementara RUU yang ditolak itu bukan RUU Omnibus Law tapi RUU Cipta Kerja.  Ada pun penolakan yang muncul dari rekan-rekan pekerja berkenaan dengan salah satu materi RUU tersebut yakni pada bagian Ketenagakerjaan.

Jadi, opini “Sesat Berpikir Kanda HMI dalam Menyikapi Omnibus Law” menurut hemat penulis kurang tepat. Karena mulai dari judul opini yang overgeneralisation dan isi dari opini tersebut juga belum menyentuh substansi permasalahan penolakan Omnibus Law. Informasi Parsial tidak bisa dijadikan sebagai Argumentasi General.

Menyikapi dugaan penganiayaan terhadap penulis opini tersebut, penulis jelas menolak penggunaan cara kekerasan apa pun alasannya. Sebagai agen of change dan social control akan lebih elegan dengan tidak menggunakan kekerasan dalam menyikapi suatu hal.

Terakhir, semoga kita semua senantiasa dalam lindungan Allah di tengah pandemi Covid-19.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun