Mohon tunggu...
Megafirmawanti Lasinta
Megafirmawanti Lasinta Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Hidup di kota perantauan,Yogyakarta. berasal dari pulau K, tepatnya central celebes. menimba ilmu di Prodi Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. semoga bisa menimba ilmu lagi ke jenjang lebih tinggi. Ingin jadi penulis buku, Semoga, Amin :)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Iklan, Keluarga, dan Generasi Penerus

13 Oktober 2012   02:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:53 359
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Oleh: Megafirmawanti.

Tadinya, saat usia saya masih sangat muda, masih kanak-kanak, saya begitu mudahnya tergiur dengan produk-produk yang di iklankan di TV, terutama iklan makanan ringan, alhasil, dulunya saya sangat suka jajan di warung-warung. Tetapi lambat laun, semakin bertambahnya usia, semakin bertembahnya pengetahuan dan semakin luasnya lingkungan sosial saya, akhirnya saya tersadarkan bahwa iklan itu sengaja dibuat sepersuasif mungkin agar konsumen tertarik untuk membeli, kalaupun belum membeli, setidaknya konsumen tahu bahwa produk tertentu tersebut ada di pasaran.

Iklan adalah salah satu bentuk komunikasi nonpersonal. Artinya, iklan adalah salah satu cara menyampaikan pesan tanpa melibatkan person-person, melainkan melalui media. Iklan bisa ditampilkan dalam berbagai bentuk, bisa dalam bentuk visual seperti poster-poster yang kita lihat di dinding-dinding, baliho-baliho di pinggir jalan, atau iklan visual lainnya. Iklan juga bisa berbentuk audio seperti di radio-radio, ataupun audio visual seperti iklan-iklan di stasiun TV.

Iklan, dengan berbagai bentuknya bisa mengkontruksi pikiran seseorang, sedang pikiran itu akan mempengaruhi tingkah laku dalam kehidupan sosial. Coba kita perhatikan dengan seksama, iklan dengan begitu mudahnya mengubah persepsi seseorang, hanya melalui visual ataupun audio yang persuasif. Iklan dengan gampangnya mengatakan bahwa cantik itu adalah dengan kulit yang putih, cantik itu adalah rambut hitam,lurus dan panjang. Iklan juga mengkontruksi bahwa lelaki sejati adalah yang memakai “brand” tertentu. Dan setersunya dan setersunya. Sangat disayangkan ketika penikmat TV dengan mudahnya terbawa dan terpengaruh dengan iklan-iklan tersebut dan karena itu melakukan segala cara untuk membentuk dirinya seperti apa adanya yang terlihat di layar TV. Sekalipun harus mengorek kocek berlebih, sekalipun harus mengorbankan anggota tubuhnya.

Disadari atau tidak, iklan membawa pengaruh yang sangat besar dalam gaya hidup seseorang. Sampai pada sisi-sisi yang terdalam sekalipun. Karena iklan menyasar bagian bagian dalam diri seseorang yang sangat penting, dan itu tidak disadari. Rasional, emosional, behavior, semua tersentuh oleh iklan, maka tak salah jika kita katakan bahwa iklan dapat mengkontruksi seseorang. Membentuk seseorang, dengan tujuan-tujuan tertentu. Iklan komersial, tentunya bersandar pada profit. Lalu apakah kita akan diam saja melihat realitas ini, apakah kita rela anak-anak kita dengan mudahnya dibentuk oleh iklan? Apalagi melihat iklan-iklan saat ini, yang menurut hemat saya sama sekali tidak membangun. Kita tidak bisa menyalahkan iklan-iklan yang ditampilkan, toh iklan itu dibuat atas dasar tertentu, dibuat oleh pihak yang berkepentingan, ada keuntungan finansial disana.

Kitalah yang perlu berbuat, tentunya dengan nilai nilai kemanusiaan, nilai-nilai spiritualitas, dan nilai-nilai humanitas yang sesuai. Memang paling efektifnya adalah dengan menguasai media, dengan begitu kita dapat menyeleksi iklan-iklan yang akan ditampilkan. Bisa juga melalui pemerintah, dengan regulasi periklanannya. Tetapi, jika hal itu ternyata belum bisa membawa pengaruh yang besar dalam perbaikan generasi penerus kita. Maka kiranya kita perlu menengok kebelakang. Bagaimana kita sebagai orang tua mendidik anak-anak kita. Apakah kita telah melakukan pendampingan terhadap anak-anak kita dalam menyikapi media termasuk iklan didalamnya? Apakah kita telah menanamkan nilai-nilai spiritual kepada mereka sehingga mereka punya prinsip yang kokoh? Apakah kita sudah mengajarkan nilai-nilai humanisme kepada generasi penerus kita? Jika belum, maka mulailah dari sekarang, mulai dari keluarga kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun