Remaja tahun 90-an : emm.. munafik kalau bilang remaja tahun 90-an nggak pernah galau. Masa remaja adalah masa yang indah buat ngerasain kegalauan. Namun cara mereka tentu nggak sama dengan cara kita. Dulu, ketika ayah ibu kita galau hal pertama yang mungkin dilakuin adalah nulis diary tapi ini berlaku buat orang orang yang rajin. Buat yang males menyalurkan kegalauanya mungkin curhat ke temenya. Pokoknya mereka selalu cari solusi buat mengatasi perasaan tidak enak itu, bukan lantas berlarut-larut dalam kesedihan. Bukanya kenapa-napa jaman dulu galau itu bukanlah sesuatu yang keren. Jadi mereka nggak mau orag lain tau kalau lagi galau, pundung, bête, muram, dll. Karena itu bukanlah sikap yang membuat orang lain jadi simpati sama mereka, melainkan sesuatu yang membuat mereka malah dicemooh.
Remaja sekarang : ketika ada sms “oke, kita putus”. Tiga menit kemudian di status fb, twitter, path, bbm isinya “mana janji kamu yang dulu? Sekarang kamu malah ninggalin aku (pake emot sedih lagi). Oh ya satu lagi yang lebih ekstream. Upload foto mata sembeb gara-gara habis nagis di instagram. Seolah-olah galau itu kayak sesuatu yang dibanggain. Terus pas galau diem sendirian di kamar, sambil nangis terus muter lagu galau. Ngerasa deh yang paling tersakiti,menyedihkan dan tertindas di dunia ini.
Wahh ternyata banyak sekali ya perbedaan antara remaja tahun 90-an dengan remaja sekarang. Mungkin akan lebih bijak ketika kita mengambil nilai positif dan menerapkanya dalam kehidupan sehari-hari dari masa dimana gadged belum menindas pergaulan remaja saat itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H